GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN
PENGGUNAAN ZAT
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak
masa prasejarah umat manusia telah menggunakan berbagai zat dengan harapan akan
mengurangi rasa sakit fisik atau mengubah kondisi kesadaran. Hampir seluruh
manusia telah menemukan semacam zat beracun yang mempengaruhi sistem saraf
pusat, menghilangkan penderitaan fisik dan mental atau menghasilkan euforia.
Terlepas dari konsekuensi
mengonsumsi zat-zat semacam itu yang sering kali sangat merusak, efek awalnya biasanya menyenangkan, suatu faktor yang mungkin menjadi akar penyalahgunaan zat.
mengonsumsi zat-zat semacam itu yang sering kali sangat merusak, efek awalnya biasanya menyenangkan, suatu faktor yang mungkin menjadi akar penyalahgunaan zat.
Orang-orang
yang menyalahgunakan obat-obatan mengalami kerugian yang sangat besar karenanya
hubungan pribadi yang dekat sering kali hancur, dan performa kerja sangat
menurun. Penggunaan obat-obatan dikaitkan dengan berbagai perilaku berisiko
yang rnembahayakan kesehatan, seperti tidak menggunakan kondom dan menggunakan
jarum suntik secara bersama-sama. Kerugian karena penyalahgunaan obat termasuk
kematian dini para penyalahguna, penanganan para penyalahguna, kriminalitas,
dan penyakit medis yang sering kali ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat.
Pada
tahun 1999, di Amerika Serikat hampir 15 juta orang rnenuturkan bahwa mereka
menggunakan obat terlarang pada bulan sebelumnya. Selain itu, 105 juta orang Amerika
yang berusia di atas 12 tahun menuturkan bahwa mereka mengkonsumsi alkohol dari
berbagai jenis, dan 45 juta orang Amerika
menuturkan bahwa mereka melakukan minimal satu episode minum berlebihan
(minum 5 gelas atau lebih) dalam 30 hari terakhir (SAMHS, 2000).
Sedangkan penggunaan obat di kalangan anak
muda di Amerika termasuk tinggi. Hampir
40 persen remaja hingga duduk di kelas 8 pernah mencoba menggunakan satu obat
terlarang, ketika mereka lulus SMU, lebih dari separuhnya telah mencoba
sekurang-kurangnya satu obat. Setelah penggunaan obat-obatan terlarang
berkurang secara stabil pada tahun 1980-an dan 1990-an, penggunaannya tampaknya
kembali mengalami peningkatan,
Begitupun
dalam kurun 3 atau 4 dekade terakhir penggunaan zat psikoaktif di seluruh dunia
khususnya di Indonesia, telah sangat meningkat, sehingga mengakibatkan gangguan
dari segi psikiatri ataupun psikologi yaitu terjadinya gangguan mental dan
perilaku yang juga sangat bertambah dengan pesat.
BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan
zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori: penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat.
Ketergantungan zat dalam DSM IV-TR
ditandai oleh adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu zat.
Ini mencakup penggunaan zat yang lebih banyak dari yang dimaksudkan, mencoba
untuk berhenti, namun tidak berhasil, memiliki berbagai masalah fisik atau
psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat, dan mengalami masalah
dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.
Ketergantungan
obat didiagnosis sebagai kondisi yang disertai dengan ketergantungan fisiologis
(yang juga disebut kecanduan) jika terdapat toleransi atau gejala putus zat.
Toleransi diindikasikan oleh salah satu dari (1) dosis zat yang dibutuhkan
untuk menghasilkan efek yang diinginkan lebih besar atau (2) efek obat menjadi
sangat berkurang jika mengkonsumsi obat dalam dosis yang biasa. Simptom-simptom
putus zat, berbagai efek negatif fisik dan psikologis, terjadi ketika orang
yang bersangkutan menghentikan atau mengurangi jumlah konsumsi zat tersebut.
Orang yang bersangkutan juga dapat menggunakan zat tersebut untuk menghilangkan
atau menghindari simptom-simptom putus zat. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
putus zat harus menjadi kriteria wajib bagi diagnosis ketergantungan zat.
Secara umum, mengalami ketergantungan fisik terhadap suatu obat dlikaitkan
dengan berbagai masalah yang lebih berat (Schuckit dkk., 1999). Dalam kaitannya
dengan putus zat bila dapat terlepas sama sekali dari zat tersebut disebut abstinens.
Dalam
bab ini kita akan mengenal beberapa istilah yang perlu dijelaskan
pengertiannya, yaitu:
1.
Zat psikoaktif : Zat/bahan kimia yang apa bila masuk ke
dalam tubuh manusia berefek mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat,
sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku, dan
seringkali menimbulkan ketagihan atau ketergantungan terhadap zat itu.
2.
Narkotika : Zat/obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, mengurangi / menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
3.
Ketergantungan zat atau
kecanduan: Suatu keadaan yang disebabkan oleh penggunaan obat/zat yang secara
berulang-ulang. Dengan ciri-ciri : keinginan luar biasa (tak tertahan) untuk
menggunakan zat tersebut, kecenderungan menaikkan dosis (toleransi),
ketergantungan psikologik, dan ketergantungan fisik.
4.
Drug abuse : Penyalahgunaan
obat, yaitu pemakaian obat atas kehendak sendiri yang tidak mengikuti petunjuk
dan tidak sesuai aturan yang ditetapkan oleh dokter/farmasi.
A.
Kriteria Ketergantungan Zat dalam DSM-IV-TR
Tiga atau lebih dari hal-hal berikut ini:
1.
Toleransi
2.
Putus Zat
3.
Zat digunakan dalam waktu
lebih lama dan lebih banyak dari yang dimaksudkan
4.
Keinginan atau upaya untuk
mengurangi atau mengendalikan penggunaannya
5.
Sangat banyak waktu yang
digunakan dalam berbagai aktivitas untuk mendapatkan zat tersebut
6.
Berbagai aktivitas social,
rekereasional, atau pekerjaan menjadi berhenti atau berkurang
7.
Terus-menerus menggunakannya
meskipun menyadari bahwa berbagai masalah psikologis
atau fisik menjadi semakin
parah karenanya.
B. Diagnosis
Gangguan yang Berkaitan Dengan Penggunaan Zat
Bagian mengenai gangguan yang berkaitan dengan
penggunaan zat dalam DSM-IV-TR mencakup beberapa diagnosis lain.
1.
Intoksikasi akut --
Keracunan zat akibat masuknya suatu zat ke dalam tubuh mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menimbulkan berbagai efek kognitif dan perilaku maladaptif.
2.
Penggunaan yang merugikan
(harmfull use)
3.
Sindrom ketergantungan –
menggunakan zat / obat dalam dosis yang cukup besar dan berlangsung
terus-menerus.
4.
Keadaan putus zat
5.
Keadaan putus zat dengan
delirium – setelah putus zat terjadi gangguan mental yg ditandai oleh ilusi,
halusinasi, ketegangan otak, dan kegelisahan fisik
6.
Gangguan psikotik --
kelainan jiwa yg disertai dengan disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak
dng kenyataan
7.
Sindrom amnestik -- hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa yang belum lama
berselang maupun yang sudah lama terjadi.
8.
Gangguan psikotik residual
atau onset lambat
C. Macam-Macam
Zat
Macam-macam zat/obat yang ada diantaranya adalah:
1.
Golongan opioda, yaitu heroin,
morfin, petidin, codein.
2.
Golongan sedativa/hipnotika,
yaitu barbiturate, meprobamat, benzodiazepine.
3.
Golongan stimulansia susunan
saraf pusat, yaitu cocain, amfetamin, kafein.
4.
Golongan kanabinoida, yaitu
marihuana (ganja).
5.
Golongan halusinogenika,
yaitu Lysergic acid diethylamide (LSD).
6.
Alkohol
7.
Tembakau/nikotin
8.
Pelarut yang mudah menguap.
D. Gejala-gejala
yang Ditimbulkan Oleh Penggunaan Zat
1. Opioda:
● Intoksikasi: penekanan fungsi seperti sedasi,
apatis, Motilitas usus bekurang, terjadi mual dan muntah, pernafasan berkurang, detak jantung lambat (bradikardi),
tekanan darah turun (hipotensi), pupil mengecil (konstriksi).
● Putus Zat: insomnia (susah tidur), cemas, gelisah,
keluar air mata, pilek (rhinorhoe), keringat, pernafasan cepat, datak jantung
cepat (takhikardi), tekanan darah naik, pupil melebar (dilatasi), sakit pada
otot dan sendi, perut terasa kejang (kramp).
2. Sedativ
& Hipnotika
● Bersifat menekan dan menghambat kerja s.s.p
● Dalam golongan ini termasuk barbiturate,
meprobarnat dan Benzodiazepin. Benzodiazepine ini banyak dipakai dalam terapi.
Tapi paling banyak juga disalahgunakan (di-abuse). Contohnya: nitrazepan,
bromazepam, flunitrazepm.
● Intoksikasi: bicara cadel, cara jalan tidak stabil
(sempoyongan), nistagmus (bola mata bergerak kesamping kiri kanan dengan
cepat), afek labil, irritabel, agresif, banyak bicara, daya ingat menurun,
susah memusatkan perhatian.
● Gejala overdosis: nafas lambat, tekanan darah
turun, nadi lemah/cepat, banyak keringat.
● Putus zat: mual, muntah, otot perut kram (kaku),
lemah, letih, tidak nafsu makan, berkeringat, tremor (bergetar) pada tangan,
cemas, irritable, delirium, kejang dan bisa menginggal.
3. Stimulansia:
Kokain & Amfetamin
Pemakaian zat ini biasanya karena mengharapkan efek
euphoria, menimbulkan rasa percaya diri, memperbaiki penampilan misalnya pada
artis yang naik pentas, mengurangi rasa lelah, mengurangi rasa ngantuk dan rasa
lapar.
● Intoksikasi: nadi cepat, tekanan darah naik, suhu
badan naik, keringat, Midriasis (pupil dilatasi), tremor, kejang, koma bisa
meninggal, euphoria, agresif, halisunasi, perilaku repetitive.
● Putus zat: insomnia, keletihan, ide bunuh diri,
mudah tersinggung, depresi.
4. Kanabinoid:
Ganja
Ganja atau kanabis atau marihuana atau hasis, dengan
zat psikoaktifnya adalah tetrahidrocannabinol (THC). Biasanya dipakai sebagai
obat stress, cemas dan depresi. Di beberapa wilayah Indonesia, ganja dipakai
sebagai penyedap makanan atau perangsang nafsu makan.
● Intoksikasi: mata merah, detak jantung cepat,
mulut kering, perasaan melambung / high, rasa percaya diri, depersonalisasi,
dereliasi, elasi/ ketawa, halusinasi, inkoherensi, waham.
● Putus Zat: gejalanya ringan insomnia, mual, nafsu
makan kurang, otot-otot terasa sakit, berkeringat, cemas, gelisah, bingung dan
depresi. Pada pemakai awal / pemula biasanya dapat reaksi panik.
5. Alkohol
Minuman beralkohol mengandung etanol atau
etilalkohol. Ada 3 macam / golongan alcohol berdasarkan pada kadar etanol dalam
kandungannya.
Golongan A: etanol antara 1-5% seperti pada bir,
shandy
Golongan B: etanol antara 5-20% seperti pada anggur
Golongan C: etanol antara 20-55% seperti pada
whisky, brandy
Intoksikasi:
·
Ringan: euphoria,
disinhibisi seksual, disarthria, ataksia, rasa ngantuk, nistagmus.
·
Berat: stupor, koma,
pernafasan melambat, tekanan darah turun, kejang kemudian bisa mati.
● Intoksikasi idiosinkratik: Terjadi perubahan
tingkah laku akibat pemakaian alcohol yang jumlahnya relative kecil, timbul
dalam beberapa jam setelah pemakaian.
● Lepas alkohol: terjadi pada orang yang telah
meminum alkohol setiap hari selama beberapa bulan, kemudian berhenti.
Kejadiannya antara 12-72 jam dari saat minum terakhir. Gejalanya gemetar,
halusinasi, kejang serta delirium tremans dengan gejala confuse, ilusi, delusi,
agitasi, imsomnia, nafas pendek, aritmia jantung (jantung tidak teratur)
kemudian bisa meninggal.
E. Penyebab
Terjadinya Penyalahgunaan Obat diantaranya adalah :
1.
Faktor predisposisi : Yaitu
gangguan kepribadian dan gangguan jiwa.
2.
Faktor kontribusi : Hubungan
interpersonal yang terganggu, atau keadaan orang tua yang
patologis/kacau.
3.
Faktor pencetus : Pengaruh
teman kelompok, dan tersedianya obat/zat.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
DSM-IV-TR
membedakan antara ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan alkohol. Istilah
penyalahgunaan sering kali digunakan untuk merujuk kedua aspek konsumsi alkohol
yang berlebihan dan berbahaya. Orang-orang yang tergantung pada alkohol secara
umum memiliki simtom-simtom gangguan seperti toleransi atau putus zat.
(Schuckit dkk 1998).
Efek pemutusan
total alkohol pada peminum kronis dan berat dapat cukup dramatis karena tubuh
telah terbiasa dengan zat tersebut. Secara subjektif, orang yang bersangkutan
sering kali mengalami kecemasan, depresi, lemah, tidak dapat diam, dan tidak
dapat tidur. Tremor otot, terutama otot-otot kecil dijari, wajah, kelopak mata,
bibir, dan lidah dapat terlihat jelas dan denyut nadi, tekanan darah, serta suhu
tubuh meningkat.
Seseorang yang
telah menjadi peminum berat selama beberapa tahun juga dapat mengalami Delirium
Tremens (DTS) bila kadar alkohol di dalam darah mendadak turun. Orang yang
bersangkutan mengalami delirium dan tremor serta halusinasi yang utamanya
visual, namun dapat juga taktil. Delirium dan penyakit fisiologis dadakan yang
disebabkan oleh putus alkohol mengindikasikan bahwa orang tersebut mengalami
kecanduan.
Prevalensi Penyalahgunaan Alkohol dan Komorbiditas dengan Gangguan Lain
Prevalensi
penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol bervariasi tergantung pada beberapa
faktor seperti gender, umur, wilayah, etnisitas, dan tingkat pendidikan. .
Prevalensi ketergantungan alkohol menurun pada laki-laki dan perempuan seiring
bertambahnya usia, baik karena kematian dini pada orang-orang yang
menyalahgunakan alkohol dalam jangka
panjang maupun karena banyak di antaranya yang telah berhasil untuk berhenti
minum (Wilsnack & Wilsnack, 1995; Vaillant, 1996). Beberapa data
menunjukkan bahwa perempuan lebih cepat mengalami berbagai masalah kesehatan
yang berhubungan dengan alkohol, seperti
penyakit jantung, penyakit lambung dan hati, dibanding laki-laki meskipun
laki-laki mengonsumsi alkohol lebih banyak (Lewis dkk., 1996; York & Welte,
1994).
Perjalanan Gangguan
Pada suatu saat
perjalanan hidup para penyalahguna alkohol diperkirakan memiliki arah yang sama
yaitu semakin memburuk. Berdasarkan suatu survei ekstensif terhadap 2.000
anggota Alcoholics Anonymous, jellinek (1952) menggambarkan bahwa laki-laki
yang menjadi penyalahguna alkohol melewati empat tahap, diawali dengan minum
sosial dan berlanjut ke tahap di mana orang yang bersangkutan hanya hidup untuk
minum. Pesan yang disampaikan model bertahap ini adalah alkoholik mengalami
kemunduran yang tidak dapat dihindari, tanpa memiliki kemungkinan untuk kembali
ke tahap sebelumnya.
Kerugian Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
1. Sebagian besar dari para pasien yang baru masuk ke rumah-rumah sakit mental dan rumah sakit umum adalah para
penyalahguna alkohol.
2. Biaya perawatan kesehatan bagi para peminum bermasalah diperkirakan lebih
dari 26 miliar dolar per tahun (National Institute on Alcohol Abuse and
Alcoholism [NIAAA, 2001]).
3. Angka bunuh diri pada para penyalahguna alkohol jauh lebih tinggi daripada
populasi umum.
4. Kecelakaan lalu lintas fatal yang berhubungan dengan alkohol menimbulkan
masalah serius (Alonso-Zaldivar, 1999).
5. Alkohol juga dapat menjadi satu faktor dalam kecélakaan pesawat terbang,
kapal, motor, industri, dan rumah tangga.
6. Alkohol juga menimbulkan berbagai masalah penegakan hukum. Sekitar
sepertiga dari jumlah orang yang ditangkap di AS adalah karena mabuk di tempat
umum.
7. Pembunuhan adalah kejahatan yang berhubungan dengan alcohol diyakini bahwa
lebih dari separuh jumlah pembunuhan dilakukan di bawah pengaruh
alcohol--sebagaimana juga perkosaan, penyerangan, dan kekerasan dalam keluarga
(Murdoch, Pihl, 62 Ross, 1990).
8. Kerugian total akibat minum bérmasalah di Amerika Serikat—mulai dari
membolos kerja hingga rusaknya
kesehatan—pada tahun 1998 diperkirakan lebih dari 185 miliar dolar.
9. Kerugian dari sisi manusia, dapat menghancurkan kehidupan dunia dan
masyarakat.
Efek Penggunaan Alkohol
Jangka Pendek
|
Jangka Panjang
|
1. Alkohol berfungsi sebagai depresan,
dan si peminum dapat mengalami peningkatan dalam berbagai emosi negatif.
2. Mengganggu proses-proses berpikir
kompleks; koordinasi motorik, keseimbangan, kemampuan bicara, dan penglihatan
juga melemah.
3. Dosis lebih besar: bersifat
sedatif, menyebabkan orang tertidur, bahkan kematian.
4. Merangsang agresi dan meningkatkan
responsivitas seksual.
|
1. Kerusakan biologis parah
2. Kemunduran psikologis.
3. Memberikan efek negatif bagi hampir
setiap jaringan dan organ tubuh
4. Malnutrisi parah dengan menghambat
pencernaan makanan dan penyerapan vitamin
5. Mengakibatkan sindrom amnestik
6. Timbulnya sirosis hati
7. Munculnya perubahan fisiologis
8. Merusak sel-sel otak (hilangnya
bagian abu-abu secara signifikan dalam lobus emporalis)
9. Mengurangi efektivitas sistem imun
10. (pada ibu hamil) Penyebab utama retardasi mental bayi
|
Nikotin dan Merokok
Nikotin adalah zat
dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan. Zat tersebut merangsang berbagai
reseptor nikotinik di dalam otak. Jalur-jalur neural yang terakivasi merangsang
neuron-neuron dopamin di daerah mesolimbik yang tampaknya berperan dalam
menghasilkan atau menguatkan efek sebagian besar obat-obatan kimia (Stein dkk.,
1998). Beberapa pemikiran mengenai kemampuan tembakau untuk menyebabkan
kecanduan dapat. dinilai dengan mempertimbangkan seberapa besar pengorbanan
yang dilakukan orang-orang untuk dapat tetap mengisapnya. Komponen yang
kemungkinan paling berbahaya dalam asap tembakau adalah nikotin, karbon
monoksida, dan yang terakhir terutama mengandung beberapa hidrokarbon tertentu,
yang banyak di antaranya disebut karsinogen.
Prevalensi dan Konsekuensi Kesehatan
Ancaman terhadap
kesehatan yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok telah didokumentasikan secara
meyakinkan oleh Surgeon General of the
United States dalam serangkaian
laporan sejak tahun 1964. Rokok menjadi penyebab kematian dini di berbagai
negara di dunia. Tembakau menewaskan lebih banyak orang setiap tahun dibanding
gabungan dari AIDS, kecelakaan mobil, kokain, ganja, heroin, pembunuhan, dan
bunuh diri. Kanker paru-paru menewaskan lebih banyak orang dibanding berbagai
jenis kanker lain, dan merekok mungkin
menjadi penyebab 87 persen dari kasus kanker paru-paru.
Prevalansi
kebiasaan merokok dikalangan orang dewasa cenderung menurun namun dikalangan
remaja malah meningkat. Prevalensi tetap tinggi di kalangan pekerja kasar dan
buruh, dan orang-orang yang kurang berpendidikan. Prevalensi terendah terdapat
dikalangan lulusan perguruan ringgi dan mereka yang berusia lebih dari 75
tahun. Prevalensi juga telah menurun jauh pada kaum perempuan dibanding pada
kaum laki-laki.
Konsekuensi Perokok Pasif
Asap yang berasal
dari ujung rokok yang menyala, yang disebut asap tangan kedua (secondhand
smoke), atau Asap Tembakau Lingkungan (ATL.), mengandung konsentrasi amonia,
karbon monoksida, nikotin, dan yang lebih tinggi dibanding asap yang dihirup
oleh perokok. Asap tembakau lingkungan dianggap bertanggung jawab atas lebih
dari 50.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Pada tahun 1993 Environmental Protection Agency
menggolongkan ATL sebagai bahan berbahaya setingkat dengan asbes dan radon.
Efeknya mencakup hal-hal berikut:
● Nonperokok dapat menderita
kerusakan paru-paru, kemungkinan permanen, karena terpapar asap rokok dalam
waktu lama. Mereka yang hidup bersama perokok memiliki risiko tertinggi.
● Kelainan paru-paru prakanker
ditemukan pada mereka yang hidup bersama perokok. Para nonperokok berisiko
lebih tinggi mengalami penyakit kardiovaskular.
● Bayi yang dilahirkan oleh para ibu
yang merokok selama kehamilan lebih mungkin lahir secara prematur, memiliki
berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.
● Anak-anak dari orang tua yang
merokok lebih mungkin mengalami infeksi saluran pernapasan atas, bronkitis, dan
infeksi telinga bagian dalam dibanding anak-anak seusianya yang orang tuanya
tidak merokok.
Mariyuana
Mariyuana terdiri
dari daun dan bagian atas yang berbunga dari sejenis tanaman rami yang
dikeringkan dan dihancurkan, yaitu Cannabis sativa. Mariyuana paling sering
diisap, namun dapat dikunyah, digunakan sebagai teh, atau dimakan dalam makanan
yang dipanggang.
Pada awalnya
tanaman rami ditanam secara besar-besaran di Amerika Serikat untuk diambil
seratnya, yang digunakan dalam pembuatan kain dan tali. Pada abad ke-19
kandungan obat damar kanabis telah diketahui, dan pada masa itu dipasarkan oleh
beberapa perusahaan obat sebagai obat untuk rematik, encok, depresi, kolera,
dan neuralgia. Tanaman tersebut juga diisap untuk memperoleh kenikmatan
meskipun jarang terlihat di Amerika
Serikat hingga tahun 1920. Pada masa itu, disahkannya Amandemen ke l8 yang
melarang penjualan alkohol mendorong beberapa orang untuk mulai merokok
mariyuana yang dibawa melintasi perbatasan dari meksiko.
Efek Terapeutik
Tahun 1970-an
beberapa studi double-blind (Zinberg, & Frei, 1975) menunjukkan bahwa THC
dan obat-obat terkait lain dapat mengurangi rasa mual dan hilangnya nafsu makan
yang menyertai kemoterapi pada beberapa pasien kanker. Mariyuana sering kali
dapat mengurangi rasa mual ketika berbagai obat antimual lain tidak dapat
mengatasinya. Mariyuana juga merupakan obat bagi rasa tidak nyaman karena AIDS
(Sussman dkk., 1996).
Berbagai temuan
positif ditemukan oleh sebuah komite dari Institut of Medicine, yang merupakan
salah satu cabang National Academy of
Sciences, pada tahun 1999 (Institute of Medicine, 1999). Laporan komite
tersebut merekomedasikan agar para pasien dengan "simptom-simptom yang
melemahlkan" atau penyakit keras diperbolehkan mengisap mariyuana di bawah
pengawasan medis ketat hingga 6 bulan; alasan rekomendasi tersebut adalah
berbagai temuan yang disebutkan di atas bahwa THC yang dikonsumsi dengan cara
ditelan tidak memberikan kadar penghilang rasa sakit yang sama. Namun, laporan
Institute of Meclicine juga menekankan bahaya merokok mariyuana itu sendiri dan
mendorong pengeimbangan cara penggunaan alternatif, seperti alat penghirup.
Sedatif dan Stimulan
Sedatif utama,
sering kali disebut downer, melambatkan berbagai aktivitas tubuh dan mengurangi
responsivitasnya. Kelompok obat-obatan ini mencakup opiat-opium dan berbagai
derivatnya yaitu morfin, heroin, dan kodein-dan barbiturat serta penenang
sintesis, seperti sekobarbital (Seconal) dan diazepam (Valium).
Opiat
Opiat adalah
kelompok sedatif yang menimbulkan kecanduan yang dalam dosis sedang,
menghilangkan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Paling terkenal di antaranya
adalah opium, yang aslinya merupakan obat utama dalam lalu lintas perdagangan
ilegal internasional dan telah dikenal oleh orang-orang dalam peradaban Sumeria
di massa 7000 tahun sebelum masehi.
Heroin merupakan
jenis opiat yang paling banyak disalahgunakan. Selama bertahun-tahun angka
ketergantungan jauh lebih besar dikalangan dokter dan perawat dibanding dalam
berbagai kelompok lain dengan latar belakang pendidikan yang setingkat. Masalah
ini diyakini disebabkan oleh kombinasi antara relatif tersedianya opiat di
berbagai lokasi medis dan stres kerja yang sering dialami orang-orang di
lingkungan tersebut (]affe, 1985).
Efek Psikologis dan Fisiologis.
Opium dan
derivatnya berupa morfin dan heroin menimbulkan euforia, rasa kantuk,
kerasukan, dan kadang kurangnya koordinasi. Heroin dan Oxy Contin memiliki efek
awal tambahan--suatu rasa hangatyang menjalar, kenimatan yang menyeluruh segera
setelah disuntikkan ke dalam pembuluh darah, Semua kekhawatiran dan ketakutan
pengguna hilang dan ia memiliki rasa percaya diri yang besar selama 4 hingga 6
jam ke depan, namun kemudian mengalami kemerosotan kondisi yang berakhir dengan
stupor.
Sedatif Sintetis
Jenis sedatif
utama, yaitu barbiturat disintesis sebagai obat yang membantu seseorang agar
dapat tidur atau merasa rileks. Barbiturat pertama kali diproduksi pada tahun
1903, dan sejak itu ratusan derivat asam barbiturat telah dibuat. Obat·obatan
ini pada awalnya dianggap sangat disukai dan sering diresepka Pada tahun
1940-an dilancarkan sebuah kampanye yang menentang penggunaannya karena
diketahui menimbulkan ketergantungan, dan para dokter mulai jarang meresepkan barbiturat.
Stimulan
Stimulan, atau
upper, seperti kokain, bekerja di dalam otak dan sistem saraf simpatetik untuk
meningkatkan keterjagaan dan aktiviras motorik. Amfetamin, seperti Benzedrin,
adalah stimulan sintetis; kokain adalah stimulant alamiah yang diekstrak dari
daun koka.
Amfetamin.
Ketika berupaya
mendapatkan obat untuk asma, Chen, seorang farmakolog etis Cina-Amerika,
meneliti catatan tentang obat-obat Cina kuno. Iya menemukan suatu semak gurun
yang disebut mahuang yang berulang-ulang disebutkan sebagai obar yang efektif.
Setelah melakukan suatu upaya sistematis Chen dapat mengisolasi suatu alkaloid
dari tanaman tersebut yang merupakan anggota genus.
Amfetamin pertama
ditemukan, Benzedrin, ditemukan tahun1927. Dengan cepat menjadi tersedia secara
komersial pada awal 1930 sebagai ginhalar untul melegakan hidung tersumbat dan
juga diketahui masyarakat karena efek rangsangannya. Dokter-dokter kemudian
meresepkannya dan dengan segera amfetarmin lain dibuat untuk mengendalikan
depresi ringan dan napsu makan.
F. Etiologi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
Variabel Sosiokultural
1.
pengaruh teman sebaya
2.
pengaruh genetik
3.
pola asuh
4.
pengaruh media dan jenis perilaku
5.
lingkungan sosial
6.
Variabel keluarga -- pangawasan orang tua
7.
Pengaruh kalornpok sabaya
Variabel Psikologis
1. Pengaruh alkohol pada mood: dapat menguatkan mood positive maupun negative.
2. Keyakinan tentang prevalensi penggunaan obat dan berbagai risiko kesehatan
yang dikaitkan dengan obat tersebut: sejauh mana seseorang meyakini bahwa suatu
obat berbahaya dan prevalensi penggunaan yang dilihatnya pada orang lain.
Meningkatnya penggunaan mariyuana secara dramatis pada tahun 1990-an
terutama terjadi di kalangan remaja yang menganggap mariyuana tidak berbahaya
(USDHHS, 1994). Banyak perokok yang tidak yakin bahwa mereka mengalami
peningkatan risiko terhadap kanker atau penyakit kardiovaskular (Ayanian &
Cleary, 1999).
3. Karakteristik kepribadian yang dapat membuat beberapa orang lebih mungkin
menggunakan obat-obatan secara berlebihan.
G. Terapi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
Mengakui Masalah
Mengakui bahwa ia memiliki masalah minum yang serius dapat dirasakan
terlalu terang-terangan bagi seseorang yang tidak pernah minum berlebihan atau
tidak pernah mengenal seseorang yang demikian.
Penanganan Tradisional di Rumah Sakit
Rumah-rumah
sakit umum dan swasta di seluruh dunia selama bertahun-tahun telah menyediakan
tempat bagi para penyalahguna alkohol, berupa ruang-ruang rawat di mana
individu dapat menghentikan kebiasaan minumnya dan mengikuti berbagai terapi
individual dan kelompok. Penghentian alkohol, yaitu detoksifikasi dapat
berjalan sulit baik secara fisik maupun psikologis, dan biasanya memerlukan
waktua sekitar sebulan. Obat-obat penenang terkadang diberikan untuk
menghilangkan kecemaan dan rasa tidak nyaman karena putus zat. Karena banyak
penyalahguna alkohol yang rnenyalahgunakan obat penenang tersebut, beberapa
klinik mencoba menggunakan cara penghentian secara bertahap tanpa obat-obat
penenang dari pada
merighentian alkhol secara total.
Penanganan biologis
Beberapa peminum
bermasalah yang sedang dalam penanganan, baik rawat inap maupun rawat jalan,
menggunakan disulfiram, atau Antabuse, obat yang mencegah imun dengan cara
menyebabkan muntah-rnuntah hebat jika alkohol diminum. Meskipun tidak secara
khusus ditargetkan untuk mengatasi masalah minum berlebihan, beberapa obat
psikoaktif tertentu biasa digunakan untuk menangani berbagai masalah yang
berhubungan dengan kebiasaan minum. Oleh karena itu, antidepresan dapat
digunakan untuk pengobatan depresi dan anti kecemasan untuk kecemasan. Dengan
rnenghasilkan perbaikan masalah emosional yang sering kali menghubungkan dengan
permasalahan minum, obat-obatan tersebut dapat memberikan dampak menguntungkan
dalam penanganan ketergantungan dan penyalahgunaan
Alcoholics Anonymous (AA)
Alcoholics
Anonymous (AA), Kelompok terapi mandiri terbesar yang didirikan tahun 1935 oleh
dua orang mantan pecandu alkohol. Saat ini organisasi tersebut memiliki sekitar
70000 cabang dengan anggota lebih dari 2
juta orang di Amerika Serikar dan di lebih dari l0 negara lain diseluruh dunia.
Para anggota didorong untuk saling menelepon satu sama lain kapanpun mereka
membutuhkan teman dan dorongan untuk tidak kembali minum.
Terapi Pasangan dan Keluarga
Kurangnya dukungan
sosial dapat memperparah masalah minum. Masalah lain bagi mereka yang menikah
dan memiliki hubungan dekat lain adalah para peminum bermasalah yang sering
menyiksa secara fisik atau seksual para anggota keluarga mereka
(O’Farrell.& Murphy·1995).
Keterkaitan antara
penyalahgunaan alkohol dan konflik keluarga
sebab-akibat yang terjadi dua arah (O’Farrell, 1993) telah mendorong
penggunaan berbagai jenis terapi pasangan dan keluarga untuk membantu peminum
berhenti minum atau mengendalikan kebiasaan minumnya yang berlebihan.
Penanganan Kognitif dan Perilaku
Mengenai terapi
perilaku berkaitan dengan terapi aversi sebagai suatu penanganan alkoholisme
(Kantorovich, 1930). Secara umum, terapi kognitif dan behavioral merupakan
penanganan psikologis yang paling efektif bagi penyalahgunaan-alkohol (Wiinney
& Moos, 1998).
Terapi Aversi. Dalam terapi aversi scorang peminum bermasalah dikejutkan atau buat
menjadi mual ketika melihat, meraih, atau mulai minum alkohol. Dalam satu
prosedur, yang disebut sensitisasi tcrtutup (Cautela, 1966), si peminum
bermasalah instruksikan untuk membayangkan dirinya mcngalami mual yang hebat
dan luar biasa karena minum alcohol. Pertimbangan Klinis dalam Menangani
Penyalahgunaan Alkohol banyak upaya untuk menangani permasalahan minum
terhambat oleh asumsi terapis yang sering
tidak diungkapkan bahwa semua orang yang minum berlebihan melakukannya
karena berbagai alasan yang sama.
Detoksifikasi
merupakan langkah pertama terapis dalam upaya menolong seorang pecandu atau
penyalahguna obat dan mungkin rnerupakan bagian termudah dalam proses
rehabilitasi. Membuat penyalahguna obat mampu berfungsi tanpa obar-obatan
setelah proses detoksifikasi selesai adalah tugas berat yang dapat menimbulkan
lebih banyak kekecewaan dan kesedihan dibanding keberhasilan bagi terapis
maupun klien. Terdapat berbagai macam pendekatan bagi tugas tersebut, rermasuk
penanganan biologis dan psikologis.
Penanganan Psikologis
Penyalahgunaan obat
kadang ditangani di ruang konsultasi para psikiater, psikolog dan para pekerja
kesehatan mental lain. Beberapa jenis psikoterapi diterapkan gangguan
penggunaan obat, seperti halnya bagi gangguan penyesuaian manusia, sering kali
dikombinasikan dengan penanganan biologis yang bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan fisik.
Kaitan psikologis
yang paling banyak digunakan dalam mengatasi kecanduan heroin dan
penyalahgunaan obat lain. Menggunakan Synanon, sebuah komunitas terapeutik bagi
para pecandu obat yang didirikan pada
tahun 1958 oleh Charles Dederich di Santa Monica, California, sebagai model,
tempat-tempat tinggal dirancang untuk secara radikal merestrukturisasi
pandangan hidup pecandu sehingga tidak ada lagi tempat bagi obat-obat
terlarang.
Daytop Village,
Phoenix House, Odyssey House, dan rumah-rumah rehabilitasi obat lain memiliki
ciri-ciri berikut.
•
Pemisahan pecandu dari berbagai kontak sosial sebelumnya, berdasarkan
asumsi bahwa kontak-kontak tersebut berperan penting dalam menumbuhkan gaya
hidup mencandu.
•
Sebuah lingkungan komprehensif dengan dukungan berkesinambungan di mana
tidak tersedia obat-obatan diberikan untuk memudahkan transisi dari menggunakan
obat secara rutin menuju eksistensi bebas obat.
• Keberadaan orang-orang karisrnatik
yang menjadi panutan, mantan pecandu yang tampak mampu menghadapi berbagai
tantangan hidup tanpa obat-obatan.
• Konfrontrasi langsung, bahkan
sering kali brutal dalam terapi kelompok di mana para pecandu diarahkan untuk
menerima tanggung jawab atas masalah mereka dan atas kebiasaan menggunakanobat
dan didorong untuk bertanggung jawab atas hidup mereka.
Sebuah tempat
dimana para pecandu dihargai sebagai manusia dan bukan diberi stigma sebagai
orang yang gagal atau penjahat.
BAB III
PENUTUP
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan
zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan
zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi
umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap
obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik
(Stuart & Sundeen, 1998).
Penyalahgunaan obat
kadang ditangani di ruang konsultasi para psikiater, psikolog dan para pekerja
kesehatan mental lain. Beberapa jenis psikoterapi diterapkan gangguan
penggunaan obat, seperti halnya bagi gangguan penyesuaian manusia, sering kali
dikombinasikan dengan penanganan biologis yang bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan fisik.
Kaitan psikologis
yang paling banyak digunakan dalam mengatasi kecanduan heroin dan
penyalahgunaan obat lain. Menggunakan Synanon, sebuah komunitas terapeutik bagi
para pecandu obat yang didirikan pada
tahun 1958 oleh Charles Dederich di Santa Monica, California, sebagai model,
tempat-tempat tinggal dirancang untuk secara radikal merestrukturisasi
pandangan hidup pecandu sehingga tidak ada lagi tempat bagi obat-obat
terlarang. Dapat kita ambil
kesimpulan, gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh penggunaan zat adalah
termasuk psikosis.
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar Psikologi Abnormal dan Patologi
Davidson, G.C, Neale, J.M & Kring, A.M. 2002. Abnormal
Psychology. 9th edition. California
American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic
and Statistic Manual of Mental Disorders. 4th edition, Revised.
Washington, DC : Author.
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf
Comments
Post a Comment