Gambar. Ilustrasi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penyusun, sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya dengan judul makalah “ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN”.
Makalah
ini berisikan informasi tentang pengertian pelatihan, fungsi serta manfaat
pelatihan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan suatu pelatihan
dan cara menganalisis kebutuhan pelatihan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yangdimiliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu penyusun
harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir
kata, penyusun sampaikan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah berperan
serta dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Semarang,
9 April 2015
Darta
Ali Mubaraq
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PELATIHAN
B. TUJUAN DAN MANFAAT PELATIHAN
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BENTUK SISTEM PELATIHAN
D. ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
1. Tahapan Pelatihan
2. Faktor-Faktor Kebutuhan Pelatihan
3. Jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan
4. Proses Training Needs Analysis
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi
dan ditambah lagi dengan Pasar bebas yang bernama MEA akan banyak menimbulkan
banyak persaingan terutama dalam bidang perindustrian. Melihat kondisi
tersebut, sehingga perlu adanya solusi dan tindakan untuk menangani
perkembangan dunia yang semakin tinggi daya saingnya. Persaingan yang semakin
sulit itu, membutuhkan suatu program untuk dapat menanganinya. Salah satunya
adalah memperbaiki, mengembangakan dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang
memiliki kompetensi, kualitas, dan loyalitas untuk memajukkan usaha yang
dijalani.
SDM sangat memiliki
pengaruh besar terhadap perubahan suatu perusahaan. Program yang dapat
dijalankan pada suatu perusahaan adalah merancang pelatihan dan pengembangan
untuk memajukkan kualitas pada SDM. Penting sebelum melakukan pelatihan perlu
dilihat berbagai factor atau cara untuk memulainya, sehingga diperlukan
analisis kebutuhan pelatihan. Pada makalah ini sebagian besar membahas mengenai
pengertian pelatihan serta fungsi dan manfaatnya. Selain itu juga dibahas
mengenai analisis kebutuhan pelatihan.
Berangkat dari alasan
penulis membuat makalah ini adalah sebagai bahan pertimbangan dan nilai tambah
tugas kuliah yang telah diberikan amanah oleh Dosen Pengampu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ada pada makalah ini, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan pelatihan?
2. Apafungsi dan manfaat dari pelatihan?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan suatu pelatihan?
4. Bagaimana cara menganalisis kebutuhan pelatihan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Mengetahui pengertian dari suatu pelatihan.
2. Mengetahui fungsi dan manfaat dari pelatihan.
3. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan suatu pelatihan.
4. Memahami cara menganalisis kebutuhan pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PELATIHAN
Menurut Arep dan
Tanjung (TUSMOWATI, 2014), pelatihan merupakan
salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal
pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian (skill) dan sikap (attitude).Pengetahuan
yang dimaksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu
posisi. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas
yang diamanahkan. Keahlian yang dimaksud adalah bebarapa keahlian yang
diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sedangkan sikap
yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar pekerjaan
berhasil dengan sukses.
Tanjung dan Rahmawati (TUSMOWATI, 2014),
pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang.
B. TUJUAN DAN MANFAAT PELATIHAN
1. Tujuan
Pelatihan memiliki tujuan menurut Simamora (TUSMOWATI, 2014), yaitu :
a. Memperbaiki kenerja.
b. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi,
c. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam pekerjaan.
d. Membantu memecahkan permasalahan operasional.
e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
f. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
2. Manfaat
Pelatihan mempunyai beberapa manfaat (TUSMOWATI, 2014) diantaranya, yaitu ;
a. Menambah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam bidang tugas.
b. Meningkatkan percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri.
c. Memperlancar pelaksanaan tugas.
d. Menambah motivasi kerja.
e. Menumbuhkan sikap positif terhadap perusahaan.
f. Menimbulkan semangat dan kegairahan kerja.
g. Mempertinggi rasa kepedulian terhadap perusahaan.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BENTUK SISTEM PELATIHAN
Menurut Simamora (TUSMOWATI, 2014), faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk sistem pelatihan adalah :
1. Lingkungan
Perubahan teknis dan peraturan lingkungan mewajibkan karyawan untuk memiliki keahlian
baru yang berbeda dari yang mereka miliki saat ini. Karena perusahaan dapat merekrut
karyawan berkeahlian tinggi, trampil dan berpengalaman sesuai kebutuhan perusahaan. Jika
tidak ada, maka perusahaan mendidik dan melatih karyawan yang sudah ada.
2. Organisasional
Tujuan iklim struktur dan sumber daya organisasional mempengaruhi tingkat dan bentuk
kesempatan pelatihan yang disediakan dalam perusahaan.
3. Pekerjaan
Karyawan yang tidak memiliki pelatihan untuk pekerjaan tertentu membutuhkan pelatihan
sehingga perusahaan harus melaksanakan aktivitas.
D. ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
1. Tahapan Pelatihan
Beberapa ahli (Irianto, 2007), telah merumuskan pelatihan menjadi tiga tahapan integrative
yaitu assessment phase, implementation phase, dan evaluation phase. Menurut Schuleret al
(Irianto, 2007), assessment phase sebagai tahap yang sangat penting untuk menentukan
kebutuhan apa saja yang harus direkomendasikan dalam pelatihan termasuk juga
bagaimana format dan rancangan pelatihan yang akan diimplementasikan. Tahap ini
boleh dikatakan sebagai pengarah bagi tahapan pelatihan lainnya.
Tahapan kedua adalah mengimplementasikan semua keputusan pelatihan yang dihasilkan dari
tahapan pertama. selain menterjemahkan semua informasi dari tahapan pertama,dalam tahap ini
manajer juga membuat strategi tentang bagaimana pelatihan secara teknis akan dilaksanakan.
Strategi ini mencakup sejumlah persoalan yang berkaitan dengan isi dan proses pelatihan
termasuk juga tentang penetapan lokasi, waktu, pelatih, dan seterusnya.
Tahapan ketiga
adalah evaluasi yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelatihan yang
dilaksanakan telah mencapai
target yang ditentukan. Oleh karena itu, kegiatan
utama manjer
dalam
tahap ketiga ini
adalah mengadakan pengukuran
sampai sejauh mana efektifitas pelatihan
dapat dicapai. Korelasi ketiga
tahapan integrative tersebut menjelaskan
bahwa penentuan
substansi pelatihan
dan proses transformasi
kebutuhan kedalam tahapan implementasi
akan menghasilkan sebuah
program yang tidak hanya sekedar disiplin atau taat asas,
namun lebih
dari
itu pada kahirnya
dapat membuahkan hasil
yang sangat efektif berdasarkan
pengukurannya. Stone (1998)
menambahkan jika tahapan assessment
tidak cukup diperhatikan,
pelatihan boleh jadi
tidak akan konsisten dengan
kebutuhan actual.
Sayangnya
dalam banyak kasus,
menurutnya sangat banyak manajer bahkan
pada perusahaan besar yang
cenderung mengabaikan tahapan petama.Untuk
memahami secara jelas
hubungan antara ketiga
tahapan pelatihan tersebut,
2. Faktor-Faktor Kebutuhan Pelatihan
Cushway (Irianto, 2007),
misalnya menyatakan bahwa
kebutuhan pelatihan pada umumnya
didasari oleh munculnya
sejumlah fenomena internal
dan eksternalorganisasi
seperti staff
turnover, perubahan
teknologi, perubahan
dalam pekerjaan, perubahan peraturan
perubahan dan
perkembangan
ekonomi, cara dan prosedur
dalam bekerja, market
pressure, kebijakan
pemerintah,
keinginan karyawan, performance
variation, dan equalization
of opportunity.
Menurut Cushway (Irianto,
2007), setiap
organisasi selalu dihadapkan
pada situasi tersebut
dimana kebutuhan pelatihan untuk mengantisipasinya menjadi tidak
terelakan.
Hyman (Irianto, 2007),
merumuskan faktor kebutuhan
pelatihan ke dalam dua kelompok yaitu
structural factors dan occupational factors. Menurutnya faktor-faktor structural meliputi degradasi
kualitas skills dan pekerja, hadirnya teknologi baru, tekanan-tekanan kompetisi, target -target
pencapaian kualitas, dan manajement style. Sedangkan yang disebut faktor-faktor occupational
meliputi komitmen pengusaha (the positive reception by employers). Kemudian diikuti dengan
dukungan senior manajemen yang secara sadar mengakui betapa ada keterkaitan yang sangat
berat antara dan pelatihan dan peningkatan kinerja, dan harapan akan adanya perubahan status
personel dan hierarki manajerial yang secara signifikan meningkat setelah mengikuti pelatihan.
Persoalan kini adalah bagaimana organisasi dapat memilah secara selektif sejumlah fenomena
dan faktor tersebut. Di sinilah peran TNA mulai menampakan dirinya.
3. Jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan
Secara umum Training Needs Analysis(TNA) dapat dikategorikan kedalam dua jenis menurut
(Irianto, 2007), yaitu :
a. TNA reaktif menurut Camp & Huszezo dapat terjadi bila the perceived erformance for the employee’s current job. Sesuai namanya, TNA jenis ini sifatnya reaktifdimana acap terjadi perbedaan tingkat persepsi diantra para pengambil keputusan. Beberapa organisasi memandang perbedaan kinerja standar dengan kinerja actual sebagai hal yang lumrah, sementara sebagianlainnya menganggapnya sebagai sebagai suatu persoalan penting. TNA reaktif dengan demikian sifatnya sangat subjektif.
b. TNA proaktif dirancang to respond to the perception that current job bahaviour reflects an inability to meet future standards or expectations. Sesuai dengan namanya, TNA ini mencoba bersikap proaktif atas sejumlah fenomena dimana semuanya diarahkan pada refleksi kemampuan kinerja karyawan terhadap standard an harapan yang sangat mungkin mengalami perubahan di masa mendatang.
4. Proses Training Needs Analysis
Keberhasilan program pelatihan (Irianto, 2007), TNA harus ditetapkan secara carefully analysed,
skillfully developed, dan artfully presented. Harus diingat bahwa TNA merupakan fundamen
informasi bagi manajer untuk merancang program pelatihan. Menurut Tovey (Irianto, 2007) ada
enam tahapan pokok dalam TNA yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :
a. Dokumentasi Masalah
Tahapan pertama dalam poses TNA ini manajer berupaya menemukan sebanyak mungkin
persoalan dan mendokumentasikannya sehingga akhienya dapat dibuat a considered decision
tentang berbagai isu dan bagaimana hal itu dapat mengarahkan pada suatu tindakan analisis.
Salah satu cara terbaik untuk melakukan tahap pertama ini adalah melalui wawancara dengan
beberapa staff atau pihak tertentu yang diperkirakan terlibat dengan munculnya sejumlah isu
yang dipermasalahkan. Informasi yang dapat diperoleh dari tahapan pertama antara lain :
1) Deskripsi lengkap persoalan
2) Sejarah singkat munculnya persoalan
3) Kapan dan bagaimana persoalan terjadi
4) Dampak persoalan terhadap pekerja dan unit organisasinya
5) Tindakan yang siap dilakukan
6) Mengapa manajer/staf memandang fenomena tersebut sebagai suatu persoalan
b. Investigasi Masalah
Setelah memperoleh rumusan yang jelas tentang isu persoalan yang muncul, kini saatnya
manajer menginvestigasi segala kemungkinan-kemingkinan yang menjadi penyebab serta duduk
persoalan apa yang sebenarnya. Investigasi tidak dilakukan secara indepth namun dianggap
sudah cukup memadai njika memungkinkan manajer membuat verifikasi bahwa telah terjadi
persoalan yang serius dan kemudian memutuskan apakah pelatihan diperlukan atau tidak untuk
mengatasinya.
c. Merencanakan Kebutuhan Analisis
Langkah selanjutnya adalah manajer mulai merencanakan membuat kerangka analisis. Dalam hal
ini manajer mengidentifikasi pelaksanaan analisis itu sendiri berdasarkan beberapa pertimbangan
yaitu : urgensi persoalan, kapasitas manajer dalam konteks penyelesaian masalah, akses terhadap
beberapa pihak yang dapat diajak konsultasi, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana
pendukungnya untuk membuat analisis. Tovey memberikan sebuah uotline yang mungkin dapat
digunakan untuk melakukan analisis, yaitu :
1) Identifikasi apa yang ingin dicapai
2) Identifikasi tugas utama analisis
3) Membagi tugas-tugas utama ke dalam sub-tugas
4) Identifikasi mengenai ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
5) Identifikasi SDM mana yang dapat melaksanakan tugas
6) Mengulas kembali jadwal dan timeframe yang telah disusun
7) Penjadwalan SDM melaksanakan tugas di dalam timeframe yang telah dibuat
8) Mengulas kembali rencana untuk meyakinkan bahwa semua tindakan akan mengkover seluruh tujuan
9) Perbaikan kembali beberapa rencana sebelum melakukan analisis
Training Needs Analysis (Irianto, 2007), yang meliputi :
a) Analisis organisasional
Analisis ini berhubungan dengan kebutuhan organisasi secara keseluruhan diikuti dengan
identifikasi bagaimana pelatihan dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
organisasi. Analisis ini berupaya memahami apayang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi.
b) Analisis jabatan
Analisis jabatan ini dapat dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pekerjaan tertentu dalam
organisasi dan dapat digunakan sebagai informasi tentang substansi utama pekerjaan tersebut
untuk selanjutnya dikembangkan standar kinerja. disamping itu juga dimungkinkan untuk
mengidentifikasi tingkat SKA yang dibutuhkan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan.
c) Analisis personal
Pada tingkat analisis ini manajer dapat mengkaitkan dengan kebutuhan individual dalam
organisasi dan sejauh mana kinerja yang telah dicapainya.
d. Pemilihan Teknik Analisis
Pemilihan teknis analisis ini harus dilakukan dengan secermat mungkin untuk memastikan pula
bahwa data yang diperoleh adalah sesuai dengan teknis analisisnya. Terdapat berbagai macam
teknik analisis misalnya survey of organizational data, surveys and questionnaires,
observations, performance analysis, task analysis, employee apparsial, work sample, dan sebaginya.
e. Melakukan Analisis
Tahapan ini manajer harus menginformasikan kepada semua pihak yang terlibat tentang jadwal
pelaksanaan analisis sekaligus memperoleh ijin dari pihak yang berkompeten. Pada tahap ini
manajer memperoleh kesempatan untuk mengembangkan segala kemungkinan aas bentuk
format analisis sebagi laporan kepada senior manajer.
f. Analisis Data
Analisis data harus sesuai dengan metode pelaporan yang lazim digunakan secara umum karena
akan dibaca oleh pihak lain.
g. Pelaporan Temuan
Tahapan terakhir, manajer membuat laporan tentang temuan sekaligus rekomendasi pemecahan
persoalan.
structural factors dan occupational factors. Menurutnya faktor-faktor structural meliputi degradasi
kualitas skills dan pekerja, hadirnya teknologi baru, tekanan-tekanan kompetisi, target -target
pencapaian kualitas, dan manajement style. Sedangkan yang disebut faktor-faktor occupational
meliputi komitmen pengusaha (the positive reception by employers). Kemudian diikuti dengan
dukungan senior manajemen yang secara sadar mengakui betapa ada keterkaitan yang sangat
berat antara dan pelatihan dan peningkatan kinerja, dan harapan akan adanya perubahan status
personel dan hierarki manajerial yang secara signifikan meningkat setelah mengikuti pelatihan.
Persoalan kini adalah bagaimana organisasi dapat memilah secara selektif sejumlah fenomena
dan faktor tersebut. Di sinilah peran TNA mulai menampakan dirinya.
3. Jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan
Secara umum Training Needs Analysis(TNA) dapat dikategorikan kedalam dua jenis menurut
(Irianto, 2007), yaitu :
a. TNA reaktif menurut Camp & Huszezo dapat terjadi bila the perceived erformance for the employee’s current job. Sesuai namanya, TNA jenis ini sifatnya reaktifdimana acap terjadi perbedaan tingkat persepsi diantra para pengambil keputusan. Beberapa organisasi memandang perbedaan kinerja standar dengan kinerja actual sebagai hal yang lumrah, sementara sebagianlainnya menganggapnya sebagai sebagai suatu persoalan penting. TNA reaktif dengan demikian sifatnya sangat subjektif.
b. TNA proaktif dirancang to respond to the perception that current job bahaviour reflects an inability to meet future standards or expectations. Sesuai dengan namanya, TNA ini mencoba bersikap proaktif atas sejumlah fenomena dimana semuanya diarahkan pada refleksi kemampuan kinerja karyawan terhadap standard an harapan yang sangat mungkin mengalami perubahan di masa mendatang.
4. Proses Training Needs Analysis
Keberhasilan program pelatihan (Irianto, 2007), TNA harus ditetapkan secara carefully analysed,
skillfully developed, dan artfully presented. Harus diingat bahwa TNA merupakan fundamen
informasi bagi manajer untuk merancang program pelatihan. Menurut Tovey (Irianto, 2007) ada
enam tahapan pokok dalam TNA yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :
a. Dokumentasi Masalah
Tahapan pertama dalam poses TNA ini manajer berupaya menemukan sebanyak mungkin
persoalan dan mendokumentasikannya sehingga akhienya dapat dibuat a considered decision
tentang berbagai isu dan bagaimana hal itu dapat mengarahkan pada suatu tindakan analisis.
Salah satu cara terbaik untuk melakukan tahap pertama ini adalah melalui wawancara dengan
beberapa staff atau pihak tertentu yang diperkirakan terlibat dengan munculnya sejumlah isu
yang dipermasalahkan. Informasi yang dapat diperoleh dari tahapan pertama antara lain :
1) Deskripsi lengkap persoalan
2) Sejarah singkat munculnya persoalan
3) Kapan dan bagaimana persoalan terjadi
4) Dampak persoalan terhadap pekerja dan unit organisasinya
5) Tindakan yang siap dilakukan
6) Mengapa manajer/staf memandang fenomena tersebut sebagai suatu persoalan
b. Investigasi Masalah
Setelah memperoleh rumusan yang jelas tentang isu persoalan yang muncul, kini saatnya
manajer menginvestigasi segala kemungkinan-kemingkinan yang menjadi penyebab serta duduk
persoalan apa yang sebenarnya. Investigasi tidak dilakukan secara indepth namun dianggap
sudah cukup memadai njika memungkinkan manajer membuat verifikasi bahwa telah terjadi
persoalan yang serius dan kemudian memutuskan apakah pelatihan diperlukan atau tidak untuk
mengatasinya.
c. Merencanakan Kebutuhan Analisis
Langkah selanjutnya adalah manajer mulai merencanakan membuat kerangka analisis. Dalam hal
ini manajer mengidentifikasi pelaksanaan analisis itu sendiri berdasarkan beberapa pertimbangan
yaitu : urgensi persoalan, kapasitas manajer dalam konteks penyelesaian masalah, akses terhadap
beberapa pihak yang dapat diajak konsultasi, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana
pendukungnya untuk membuat analisis. Tovey memberikan sebuah uotline yang mungkin dapat
digunakan untuk melakukan analisis, yaitu :
1) Identifikasi apa yang ingin dicapai
2) Identifikasi tugas utama analisis
3) Membagi tugas-tugas utama ke dalam sub-tugas
4) Identifikasi mengenai ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
5) Identifikasi SDM mana yang dapat melaksanakan tugas
6) Mengulas kembali jadwal dan timeframe yang telah disusun
7) Penjadwalan SDM melaksanakan tugas di dalam timeframe yang telah dibuat
8) Mengulas kembali rencana untuk meyakinkan bahwa semua tindakan akan mengkover seluruh tujuan
9) Perbaikan kembali beberapa rencana sebelum melakukan analisis
Training Needs Analysis (Irianto, 2007), yang meliputi :
a) Analisis organisasional
Analisis ini berhubungan dengan kebutuhan organisasi secara keseluruhan diikuti dengan
identifikasi bagaimana pelatihan dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
organisasi. Analisis ini berupaya memahami apayang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi.
b) Analisis jabatan
Analisis jabatan ini dapat dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pekerjaan tertentu dalam
organisasi dan dapat digunakan sebagai informasi tentang substansi utama pekerjaan tersebut
untuk selanjutnya dikembangkan standar kinerja. disamping itu juga dimungkinkan untuk
mengidentifikasi tingkat SKA yang dibutuhkan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan.
c) Analisis personal
Pada tingkat analisis ini manajer dapat mengkaitkan dengan kebutuhan individual dalam
organisasi dan sejauh mana kinerja yang telah dicapainya.
d. Pemilihan Teknik Analisis
Pemilihan teknis analisis ini harus dilakukan dengan secermat mungkin untuk memastikan pula
bahwa data yang diperoleh adalah sesuai dengan teknis analisisnya. Terdapat berbagai macam
teknik analisis misalnya survey of organizational data, surveys and questionnaires,
observations, performance analysis, task analysis, employee apparsial, work sample, dan sebaginya.
e. Melakukan Analisis
Tahapan ini manajer harus menginformasikan kepada semua pihak yang terlibat tentang jadwal
pelaksanaan analisis sekaligus memperoleh ijin dari pihak yang berkompeten. Pada tahap ini
manajer memperoleh kesempatan untuk mengembangkan segala kemungkinan aas bentuk
format analisis sebagi laporan kepada senior manajer.
f. Analisis Data
Analisis data harus sesuai dengan metode pelaporan yang lazim digunakan secara umum karena
akan dibaca oleh pihak lain.
g. Pelaporan Temuan
Tahapan terakhir, manajer membuat laporan tentang temuan sekaligus rekomendasi pemecahan
persoalan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembangkan keterampilan SDM baik untuk individu maupun kelompok. Keterampilan yang dilatih dan dikembangkan berupa pengetahuan, kompetensi, keahlian tertentu, dan perubahan sikap. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan motivasi, percaya diri, mampu mengatasi masalah, memperbaiki kinerja, memilki sikap kepedulian dan berpikir positif terhadap perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pelatihan adalah faktor lingkungan, faktor organizational, dan faktor pekerjaan.
Analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tahap dalam pelaksanaannya, yaitu :
a. Tahapan pelatihan terdiri atas tiga bagian, yaitu; assessment phase (tahap pengumpulan
informasi), implementation phase (tahap pelaksanaan), dan evaluation phase (tahap evaluasi).
b. Faktor-faktor kebutuhan pelatihan.
c. Jenis Analisis kebutuhan pelatihan.
d. Proses Analisis kebutuhan pelatihan.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembangkan keterampilan SDM baik untuk individu maupun kelompok. Keterampilan yang dilatih dan dikembangkan berupa pengetahuan, kompetensi, keahlian tertentu, dan perubahan sikap. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan motivasi, percaya diri, mampu mengatasi masalah, memperbaiki kinerja, memilki sikap kepedulian dan berpikir positif terhadap perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pelatihan adalah faktor lingkungan, faktor organizational, dan faktor pekerjaan.
Analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tahap dalam pelaksanaannya, yaitu :
a. Tahapan pelatihan terdiri atas tiga bagian, yaitu; assessment phase (tahap pengumpulan
informasi), implementation phase (tahap pelaksanaan), dan evaluation phase (tahap evaluasi).
b. Faktor-faktor kebutuhan pelatihan.
c. Jenis Analisis kebutuhan pelatihan.
d. Proses Analisis kebutuhan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, J. (2007). PRINSIP
PSRINSIP DASAR MANAJEMEN PELATIHAN. BANDUNG: UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA ( Kajian Mandiri Pelatihan dan Pengembangan SDM).
TUSMOWATI, I. (20014). ANALISIS KEBUTUHAN
PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) BAGI KARYAWAN TINGKAT
SUPERVISOR DI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk CITEUREUP. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen INSTITUT PERTANIAN BOGOR.
#TugasKuliah #Mahasiswa
Comments
Post a Comment