Makalah Kesehatan Mental Dalam Psikologi Islami

“Pandangan Psikologi Islami terhadap Kesehatan Mental”




Di susun oleh :

Darta Ali Mubaraq (30701201196)

Dewi Yanti Pertiwi (30701201197)

Asrina Aris              (30701201198)

Adi Sutryatno          (30701201214)

Dinda Nur Safitri     (30701201221)






FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “ Pandangan Psikologi Islami terhadap Kesehatan Mental“ dapat terselesaikan dengan baik dan pada waktu yang di harapkan. Penyusun makalah ini mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung terselesainya tugas ini.
            Makalah  ini masih terdapat berbagai kekurangan baik dari segi materi maupun penulisan. Kekurangan tersebut di sebabkan karena adanya berbagai keterbatasan yang kami miliki terutama lliteratur atau bahan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas  berikutnya.
            Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Tim Penyusun


Semarang, 29 Mei 2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbainsasi, memunculkan banyak masalah individual yang berdampak pada masalah sosial. Berangkat dari hal tersebut maka, tidak jarang kita mendengar penyesuaian diri terhadap masyarakat yang hyperkompleks itu tidak menjadi mudah. Hal ini mengantarkan masyarakat kedalam kesulitan-kesulitan seperti kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik baik yang terbuka maupun yang sifatnya tertutup atau dalam ranah batin sendiri. Hal ini sejalan dengan perkataan Victor Frankl yaitu salah satu psikolog beraliran humanis, mengatakan bahwa di era modern yang serba kompleks ini, kebanyakan masayarakat mengalami kekeringan makna dan penetapan tujuan hidup yang ditandai dengan munculnya berbagai gejalah seperti frustasi, perasaan hampa, serba bosan, dan apatis.

Wujud dari kehidupan dari masyarakat yang serba kompleks mengahdirkan berbagai kasus kriminal dan tindakan yang tidak senonoh seperti pemerkosaan, pembunuhan, bahkan sampai pada ranah pemikiran sempit yaitu dengan mengakhiri hidup. Situasi tersebut seakan menjadi warna bagi kehidupan yang tertuang dalam rangkaian media masa.

Era yang kompleks dengan segala permasalahannya, menciptakan kerinduan akan adanya setitik solusi untuk menjawab segala permasalahan manusia, yang lebih dipersempit dalam ranah wilayah intern manusia itu sendiri. Arnold Tonybee seorang sejarawan asal Inggris, mengatakan bahwa kemiskinan spiritual menjadi pemicu lahirnya krisis pada bangsa Eropa dizaman modern ini, dan melalui agama permasalahan tersebut dapat teratasi. Tidak hanya itu dalam pembicaraanya Carl G. Jung menawarkan eksistensi agama sebagai solusi dari permasalahan yang diemban manusia, setelah sekian lama dalam terapi psikologi, ia berkata :“Selama tiga puluh tahun ia menemukan banyaknya pribadi-pribadi dari bebagai bangsa yang berbeda, dengan tingkatan umur diatas tiga puluh tahun. Mereka secara keseluruhan dianggap sebagai mangsa penyakit, karena hilangnnya agama dalam setiap masa pada diri. Dan kesembuhan akan hadir apabila mereka kembali kepada wawasan agama tentang kehidupan.”

Agama dalam eksistensinya sangat mengutamakan perilaku saling tolong menolong dalam setiap keadaan, baik dalam keadaan mapan maupun sulit, sebagaimana tertuang dalam Firmannya :
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaraamu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS: al-Hujurat:10) Hal ini salah satunya bertujuan untuk terciptanya masyarkat yang memiliki mental atau jiwa yang sehat.


B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.      Definisi kesehatan mental dalam islam ?
2.      Tanda-tanda kesehatan mental dalam islam?
3.      Metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam islam?
4.      Bentuk psikoterapi dalam islam?

C. TUJUAN

Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui definisi tentang kesehatan mental dalam Islam
2.      Mengenal tanda-tanda kesehatan mental dalam islam
3.      Mengetahui metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam islam
4.      Mengetahui bentuk bentuk psikoterapi dalam islam


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL

Mustafa fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud Mahmud, menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental: pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis ( al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzhihaniyah). Kedua, pola positif (ijabiy) bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Pola yang kedua ini lebih umum dan lebih luas dari pola yang pertama.

Siswanto dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan mental” mengatakan bahwa, dalam menentukan seseorang tergolong sehat mental atau tidak melalui berbagai pendekatan,diantaranya: (1) Pendekatan statistik yaitu pendekatan yang berdasarkan jumlah untuk mentukan sehat tidaknya seseorang. (2) Pendekatan normatif yaitu penggunaan norma sosial untuk menentukan layak attidaknya dan sehat atau tidak mental seseorang.  (3) Pendekatan distres subjektif, adalah penentuan sehat dan tidaknya mental seseorang melalui perasaan yang dialami seseorang terhadap persoalan yang mengganggu. (4) Pendekatan fungsi/peranan sosial, yaitu pendekatan yang melihat mampu tidaknya seseorang menhadapi gangguan yang melekat pada tugas kesehariannya. Pendekatan interpersonal, yaitu pendekatan yang menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang melalui pandangan tetang kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri.

Hanna Djumhana Bastaman lebih luas menyebut empat pola yang ada dalam kesehatan mental, yaitu pola simptomatis, pola penyesuaian diri, pola pengembangan potensi, dan pola agama. Pertama pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejalah (symptoms) dan keluhan (compliants), gangguan atau penyakit nafsaniah. Kesehatan mental berarti terhindarnya seseorang dari segala gejalah, keluhan, dan gangguan mental, baik berupa neurosis maupun psikosis. Kedua pola penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri. Atau memenuhi kebutuhan pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Kesehatan mental berarti kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungan sosialnya. Ketiga, pola pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kulaitas khas insani (human qualitities) seperti kreativitas, produktuvitas, kecerdasan, tanggung jawab, dan sebagainya. Kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk mefungsikan potensi-potensi manusianya secara maksimal, sehingga ia memperoleh mamfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Keempat, pola agama adalah pola yang berkaitan dengan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan ketakwaaan.

Dengan bepijak pada beberapa pola diatas, zakiah darajat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan tercapainya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiridan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat. Menurut Al-Ghazali kesehatan dapat dilihat dalam kemampuan mengahadapi kebahagiaan hidup serta iman dan akhlaklah yang menjadi solusi dalam perwujudannya.

B.TANDA-TANDA KESEHATAN MENTAL DALAM ISLAM

Tanda-tanda kesehatan mental menurut Muhammad Mahmud Mahmud, terdapat sembilan macam, yaitu: pertama, kemapanan (al-sakinah) , ketenangan (al-thuma’ninah), dan rileks (al-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan.

Kata sakinah dalam kajian semantik bahasa Arab berasal dari kata sakana yang berarti makan (tempat), maskin yang berarti manzil atau bayit (tempat tinggal atau rumah), sukn yang berarti ahl aw iyal al-dar (penduduk desa atau negara). Dari pengertian semantik ini, kata sakinah memiliki arti kemapanan disebabkan memiliki tempat tinggal atau wilayah yang menetap dan tidak berpindah-pindah. Terminologi sakinah juga memiliki arti (1) al-wada’ah, al-waqarah, al-thuma‘ninah yang berarti ketenagan (2) al-rahmah yang berarti kasih sayang atau yang dalam bahsa inggris berarti calmness (ketenagan), quietness (keamanan), peacefulnes (perdamaian), dan serenity (ketentraman).

Al-zuhaili dalam tafsirnya memberi arti sakinah dengan ketetapan atau ketenangan (al-tsabat dan al-thuma’ninah) jiwa dari segala kecemasan ( al-qalaq/anxiety) dan kesulitan atau ksempitan batin (al-idtirar). Sakinah juga memmiliki arti meninggalkan permusuhan atau peperangan, rasa aman ( al-aman), hilangnya ketakutan ( al-khawf/phobia) dan kesedihan dari jiwa. Ibnu Qayyim memberikan arti dari sakinah dengan ketengan yang dihujamkan oleh Allah SWT. Pada jiwa orang-orang mukmin yang takut, resah dan gelisah, agarkeimnana dan keyakinannya bertambah.

Pengertian ketenangan didalam istilah sakinah tidak berarti statis atau tidak bergerak berarti jiwa manusia tidak akan berkembang, yang hal itu menyalahi hukum-hukum perkembangan.
Firman Allah SWT:
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka ( yang telah ada) (QS. Al-Fath:4)
Kata thuma’ninah hampir memiliki makna yang sama dengan sakinah, yaitu ketetapan kalbu pada sesuatu tanpa disertai kekacauan. Menurut sabda Nabi; kebaikan adalah sesuatu yang menenangkan didalam hati dan dalam perkataan sahabat; kejujuran itu menenangkan sedang dusta itu meragukan (raibah). Firman Allah SWT: orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram (QS. Al-Ra’d:28).

Ibnu Qayyim mencatat dua perbedaan pendapat mengenai kedudukan sakinah dan thuma’ninah. Pendapat pertama dinyatakan bahwa thuma’ninah merupakan puncak sakinah. Pendapat yang lain dinyatakan bahwa sakinah merupakan akibat tuma’ninah. Mensikapi dua perbedaan ini, Ibnu Qayyim menyatakan bahwa thuma’ninah lebh umu daripada sakinah, sebab thuma’ninah mencakup ketenangan dari ilmu, keyakinan, keimanan, sedang sakinah hanya mencakup ketenangan dan rasa takut.


Sedangkan rileks (rahah) merupakan akibat dari sakinah dan thuma’ninah, yaitu keadaan batin yang santai, tenang, dan tanpa adanya tekanan emosi yang kuat, meskipun mengerjakan pekerjaan yang amat berat. Relaksasi batin seseorang tercermin sebagaimana ketika ia dilahirkan, yang tumbuh dalam keadaan bersih dan suci dari segala dosa, kotoran, dan penyakit. Bila ia menangis maka denga segera dapat tersenyum dan tertawa terbahak-bahak. Bila ia membenci seseorang maka tiada dendam, tetapi segera melupakan dan kembali timbul keakraban. Bila ia mengalami goncangan jiwa, seperti karena tidak diperdulikan ibunya atau dimarahi ibunya, ia segera lupa dan dapat tidur pulas, tanpa menggantungkan diri dengan minuman-minuman keras dan obat tidur. Bila ia ingin hidup ceria dan bahagia, maka cukup dengan permainan yang sasarannya cukup sederhana, tanpa memerlukan zat adiktif seperti narkoba.

Kondisi rileks memiliki korelasi yang signifikan dengan kesucian batin. Jika batin bersih laksana cermin, maka setitik noda yang menempel didalamnya, segera diketahui dan mudah unutk diapus. Sementara batin yang penuh kotoran maka ia membentuk biang-biang dan karat-karat dosa yang berasal dari akumulasi persenyawaan elemen-elemen jahat. Seseorang yang memiliki jiwa yang kotor dan penuh dosa karena maksiat, maka elemen-elemen yang jahat mudah bersenyawa dan membentuk komposisi tubuh yang gampang terkena goncangan, keresahan, dan kebimbangan. Dosa adalah apa yang dapat meresahkan dan menggoncangkan jiwa, sedangkan pahala adalah apa yang dapat memuaskan dan membahagiakan jiwa.

Kondisi mental tenang dan tentram dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: (1) adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika ia terkena musibah maka musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah (QS. Al-Baqarah:156), bersikap bersahaja dalam mengahdapi sesuatu, sebab sesuatu yang dibenci terkadang memiliki niali baik, sementara sesuatu yang disenangi memiliki nilai buruk (QS. Al-Baqarah:216), (2) kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup yang berat, misalnya cobaan atau ketakutan dan kemiskinan (QS: al-Baqarah:155), dan (3) kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab saetiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan (QS. Al-Insyirah: 4-5).


Kedua, memadahi (al-kifayah) dalam beraktivitas. Seseorang yang mengenal potensi, keterampilan, dan kedudukannya secara baik maka ia dapat bekerja dengan baik pula, dan hal itu merupakan tanda dari kesehatan mentalnya. Sebaliknya seseorang yang memaksa menduduki jabatan tertentu dalam bekerja tnapa di imbangi kemampuan yang nmemadai maka hal itu akan mengakibatkan tekanan batin, yang pada saatnya mendatangkan penyakit mental. Firman Allah SWT: supaya mereka dapat makan dari buahnya dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS. Yasin:35) sabda Nabi SAW : makanan yang lebih baik dimakan oleh seseorang adalah makanan yang berasal dari jerih payahnya sendiri, sebab Nabi Dawud makan dari hasil kerjanya sendiri. (HR. Al-Bukhari)

Ketiga, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang menerima keadaan sendiri, baik berkaitan dengan kondisi fisik, kedudukan, potensi, maupun kemampuannya, karena keadaan itu merupakan anugerah (fadhl) dari Allah SWT. Unutk menguji kualitas kerja manusia. Anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia terdapat dua jenis, yaitu, (1) bersifat alami (fitri) seperti keadaan postur tubuh, kecantikan/ketampanan atau keburukannya, ia dilahirkan dari keluarga tertentu, dan sebagainya. Manusia yang sehat akan mensyukuri anugerah itu tanpa mempertanyakan mengapa Tuhan menciptakan seperti itu , sebab dibalik penciptaan-nya pasti terdapat hikama yang tersembunyi, (2) dapat diusahakan (kasbi), seperti bagaimana mendayagunakan postur tubuh  yang gemuk dalam bekerja atau berkarier, bagaimana mengfungsikan karakter, bagaimana mengfungsikan karakter agraesif, dan sebagainya. Manusia yang sehat tentunya akan menggerakan segala daya upayanya secara optimal agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Keempat, adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri. Artinya, kesehatan mental seseorang ditandai dengan kemampuan untuk memilah-milah dan mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukan. Jika perbuatan itu semata mata untuk kepuasan seksual, maka jiwa harus dapat menahan diri, namun jika untuk kepentingan ibadah atau takwah kepada Allah SWT. Maka harus dilakukan sebaik mungkin. Perbuatan yang hina dapat menyebabkan psikopatologi, sedang perbuatan yang baik menyebabkan pemeliharaan kesehatan mental.
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan awa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)(QS. al-Nazi’at:40-41).

Kelima, kemampuan untuk memikul tanggung jawab , baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. Tanggung jawab menunjukan kematangan diri seseorang, sekaligus sebagai tanda-tanda kesehatan mentalnya. Firman Allah SWT:
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan
(QS. an-Nahl:93).

Keenam, memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat. Berkorban berarti kepedulian diri unutk kepentingan bersama dengan cara memberikan sebagian kekayaan dan kemampuannya. Sedang menebus kesalahan artinya kesadaran diri akan kesalahan yang diperbuat, sehingga ia berani menaggung segala resiko akibat kesalahannya, kemudian senantiasa memperbaikinya agar tidak melakukan kesalahan yang sama unutk kedua kalinya. Kedua persoalan ini dianggap sebagai tanda kesehatan mental sebab apa yang dimiliki manusia, baik berupa jiwa-raga maupun atau kekayaan, hanyalah amanah Allah SWT. semata. Sebagai amanah, apabila seseorang menerimnya dalam kondisi baik, maka tidak boleh disia-siakan atau mensikapi dengan sikap yang meledak-ledak sehingga mengganggu stabilitas emosi, melainkan digunakan untuk kemaslahatan dijalan Allah. Namun apabila diterima dalam kondisi kurang baik, maka tidak boleh mengumpat-ngumpat, mensikapi secara apatis dan pesimis, apalagi mengkufurinya. Sikap yang seharusnya dilakukan adalah menerima dengan baik dan berusaha mnaggunakannya septimal mungkin.
Firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan sesuatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjhad dijalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscayah Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan (memasukan kamu) ketempat tinggal yang baik didalam surga.itulah keberuntungan yang besar
(QS. al-Shaf:10-12).

Ketujuh, kemampuan individu unutk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi. Hal itu dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab masing-masing pihak merasa hidup tidak sendiri. Apabila ditimpa musibah maka yang lain ikut membantunya. Apabila ia mendapat kelaluasan rizki maka yang lain ikut menikmatinya. Pergaulan hidupnya dilandasi oleh sikap saling curiga, buruk sangka, iri hati, cemburu, dan adu domba. Denga melakukan yang demikian itu maka hidupnya tidak menjadi salah tingkah, tidak asing dilingkungannya sendiri, dan hidupnya mendapat simpati dari lingkungan sosial-nya. Firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaraamu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS: al-Hujurat:10)

Kedelapan, memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.keinginan yang tidak masuk akal akan membawa seseorang kejurang angan-angan, lamunan, kegilaan, dan kegagalan. Keinginan yang terealisir akan memperkuat kesehatan mental, sebaliknya keinginan yang terkatung katung akan menambah beban batin dan kegilaan. Keinginan yang baik adalah keinginan yang dapat mencapai keseimbangan  dan kebahagiaan  dunia dan akhirat. Hal itu sesuai dengan hadis Nabi yang mauquf riwayat Ibnu Qutaibah: bekerjalah unutk duniamu seakan-akan engakau hidup unutk selamanya, dan beramalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau amti esok hari.

Kesembilan, adanya rasa kepuasan, kegembiraan (al-farh atau al-surur) dan kebahagiaan (al-sa’adah) dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Kepuasan kebahagian dikatakan sebagai tanda-tanda kesehatan mental, sebab individu merasa sukses, telah terbebas dari segala beban, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya.

C.    PENYAKIT MENTAL/JIWA

Penyakit jiwa ada dua macam, yaitu; Pertama, bentuk penyakit yang meniadakan berbagai maqam hati. Misalnya riya’ dan kemusyrikan menafikan tauhid dan ‘ubudiyah sedangkan cinta kepemimpinan, cinta kedudukan dan cinta dunia meniadakan zuhud. Kedua, bentuk penyakit yang menafikan takhalluq dengan nama-nama Allah dan peneladanan kepada Rasulullah saw. Misalnya amarah bukan pada tempatnya meniadakan kesantunan.

Beberapa penyakit mental/jiwa yang perlu dibersihkan atau disucikan:
1.      Kufur, nifaq, kefasikan dan bid’ah,
2.      Kemusyrikan dan riya,
3.      Cinta kedudukan dan kepemimpinan,
4.      Kedengkian,
5.      ‘ujub,
6.      Kesombongan,
7.      Kebakhilan,
8.      Keterpedayaan,
9.      Amarah yang zhalim,
10.  Cinta dunia, dan
11.  Mengikuti hawa nafsu.

D. METODE PEROLEHAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MENTAL DALAM ISLAM.

Dalam literatur yang berkembang, setidak-tidaknya terdapat tiga pola untuk mengungkap metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam perspektif islam: Pertama, metode tahalli, takhalli, dan tajalli. Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat. Ketiga, metode iman, Islam dan ihsan.

1.      Metode Imaniah
Iman secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi semua problem hidup. Rasa aman dan keyakinan itu diperoleh dari kepercayaannya terhadap sesuatu yang gaib, memilki kekuatan dan kekuasaan yang melebihi dirinya, dan dianggap mampu mengendalikan dan mempengaruhi kehidupan jiwa manusia. Dia adalah Tuhan alam semesta.

Pengertian iman sebagaimana yang termaktub dalam hadist di atas adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. adalah Tuhan semesta alam, yang menciptakan dan mengatur alam dan isinya. Dalam pengaturan itu, Allah Allah SWT memberikan rambu-rambu kehidupan berupa petunjuk (hidayah)-Nya untuk kelangsungan dan keselamatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Iman memotivasi individu untuk selalu hidup dalam kondisi sehat, baik jasmani dan ruhani. Kesehatan jasmani diperoleh melalui pengetahuan dan penerapan hukum-hukum kauni, sedang kesehatan ruhani diperoleh melalui hukum-hukum Qurani. Seseorang yang memiliki iman, tentu ada tempat untuk bergantung, tempat mengadu, dan tempat memohon apabila ia ditimpah problema atau kesulitan hidup, baik yang berkaitan dengan perilaku fisik maupun psikis.
Keimanan direalisasikan secara benar akan membentuk kepribadian mukmin (syakhhiyah al-mu’min) yang membentuk enam karakter (al-thab’u), yaitu:


a. Karakter rabbani, yaitu karakter yang mentransinternalisasikan (mengambil dan mengamalkan) sifat-sifat dan asma-asma Allah SWT. ke dalam tingka laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya. Apabila Allah Maha Cinta-Kasih (al-Rahman wa al-Rahim) maka kepribadian rabbani menghendaki adanya cinta kasih, lemah lembut, dan penuh keakraban. Apabila Allah Maha Mengetahui (al-‘Alim) maka kepribadian rabbani menghendaki adanya manusia yang memiliki iptek. Dan begitulah seterusnya.


b. Karakter malaki, yaitu karakter yang mampu mentransinternalisasikan sifat-sifat malaikat yang agung dan mulia. Karakter kepribadian malaki di antaranya adalah menjalankan perintah Allah SWT. dan tidak bermaksiat dengan-Nya (QS.al-Tahrim:6), bertasbih kepada-Nya (QS.al-Zumar:75), menyampaikan informasi kepada yang lain (QS. Al-Nahl:102), membagi-bagi rizki untuk kesejahteraan bersama, serta memelihara kebun (jannat) yang indah, (QS.al-Ra’d: 24) dan sebagainya.

c.  Karakter qurani, yaitu karakter mampu mentransinternalisasikan nilai-nilai al-Quran dalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian qurani diantaranya adalah membaca, memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung didalam al-Quran dan Sunnah, sebab ia memberikan petunjuk (al-hidayah), rahmah (al-rahmah), berita gembira (al-tahsyir) bagi orang muslim yang bertakwa (QS. Al-Nahl: 2), memberikan wawasan yang totalitas untuk semua aspek kehidupan (QS. al-An’am: 38) dan sebagainya.

d.    Karakter rasuli, yaitu karakter yang mampu mentransinternalisasikan sifat-sifat rasul yang mulia. Karakter kepribadian rasuli diantaranya adalah jujur (al-shidq), dapat dipercaya (al-amanah), meyambung informasi atau wahyu (al-tabligh), dan cerdas (al-fathanah). Lebih dari itu, karakter rasuli menghendaki adanya penterjemahan mukjizat rasul dalam konteks empirik. Apabila Nabi Ibrahim as. Mampu mendinginkan api (QS. al-Anbiya: 69) maka isyaratnya adalah menghendaki adanya pemanfaatan api untuk energi AC atau kipas angin yang mendinginkan.

2.      Merode Islamiah
Islam secara etimologi memiliki tiga makna, yaitu penyerahan dan ketundukan (al-silm), perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah). Seseorang yang tunduk, patuh dan menyerah dengan sepenuh hati terhadap hukum-hukum dan aturan-aturan Allah SWT., niscaya kehidupannya dalam kondisi aman dan damai, yang pada akhirnya mendatangkan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Pengertian Islam secara terminologi adalah pengakuan dan penyerahan diri secara mutlak kepada Zat Yang Maha Benar, yakni Allah, dengan segala peraturan-Nya. Pengakuan dan penyerahan itu diwujudkan dalam perilaku nyata, baik perilaku ruhani maupun jasmani, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

Realisasi metode islam dapat membentuk kepribadian muslim (syakhshiyah al-muslim) yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap kondisi. Kepribadian muslim menimbulkan lima karakter ideal.


a.  Karakter syahadatain, yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dn relatif, seperti materi dan hawa nafsu (QS. al-Furqan: 43), kemudian mengisi dari sepenuh hati dengan Allah, Tuahn yang mutlak hanya Allah SWT. yang patut disembah dan dipatuhi, sebab Dia merupakan Zat Yang Maha Segala-galanya.


b.  Karakter mushali, yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah (ilahi) dan dengan sesama manusia (insani). Komuniakasi ilahiah ditandai dengan takbir, sedang komunikasi insaniah ditandai dengan salam. Komunikasi dengan insaniah bermutu tinggi apabila didahului dengan komunikasi ilahiah, sebab dengan begitu jiwa-raganya bersih dan suci. Salam di akhir shalat bukan sekedar simbol pengucapan, melainkan simbol perilaku. Dalam salam itu seakan-akan seseorang melihat masyarakat sekitarnya dengan menengok ke kanan dan ke kiri. Karakter mushali juga menghendaki adanya kebersihan dan kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam wudlu (QS. al-Maidah:6), sedang kesucian batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyukan (QS. al-Mu’minun: 1-2).


c. Karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwanya (QS. al-Taubah:103) serta untuk pemerataan kesejahteraan umat pada umumnya. Karakter muzakki menghendaki adanya pencarian harta secara halal pula, menurut adanya produktivitas dan kreativitas.


d.  Karakter sha’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah. Di antara karakter sha’im adalah menahan makan, minum, hubungan seksual pada waktu, tempat dan cara yang dilarang. Apabila dirinya telah terbebas dari nafsu-nafsu yang rendah itu maka ia berusaha mengisi diri dengan tingka laku yang baik, seperti bersedekah pada waktu berbuka dan sahur, shalat sunat malam, dan bertadarrus al-Quran.


e. Karakter hajji, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta, waktu bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT. karakter ini menghasilkan jiwa yang egaliter, memiliki wawasan inklusif dan pluralistik, melawan kebatilan, serta meningkatkan wawasan wisata spiritual.

3.      Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (muhsin) adalah orang yang mengetahui akan hal-hal yang baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan dilakukan dengan niatan yang baik pula. Orang yang berbuat baik berarti menempuh jalan yang tidak mengandung risiko, sehingga hidupnya terhindar dari permusuhan, pertikaian, dan iri hati. Ihsan secara istilah ialah usaha untuk memperbaiki kualitas perilaku. Kualitas itu dicapai melalui upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT., sehingga dalam gerak-gerik tingkah lakunya seakan-akan melihat Allah. Apabila ia tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya dia telah melihatnya.


Metode ini apabila dilakukan dengan benar maka membentuk kepribadian muhsin (syakhiyah al-muhsin) yang dapat ditempuh melalui beberapa tahapan, yaitu :


a.      Pertama, tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini, seseorang merasa rindu kepada Khaliknya. Ia sadar dalam kerinduannya itu terdapat tabir (al-hijah) yang menghalangi hubungannya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Tahapan ini disebut juga tahapan takhali. Takhali adalah mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor, tercela, dan maksiat. Kepribadian muhsin tingkat pemula ini diantaranya meninggalkan syirik (menyesuaikan Allah), sebab ia merupakan tingkah laku yang tidak akan diampuni dosanya (QS. al-Zumar: 3, al-Nisa’:116), meninggalkan kufur (QS. al-Anfal:55, al-Bayyinat:6, Muhammad:3,12, al-A’raf:27, al-Baqarah:98), meninggalkan nifak (QS. al-Baqarah:8-10, al-Munafiqun:1,4, al-Taubah:73, an-Nisa:138,145) meninggalakan fusuk (QS. al-Taubah:67,84), meninggalkan bid’ah (QS. Yunus: 32, al-An’am:153), meninggalkan sombong (QS. al-Baqarah: 34, al-Nahl:23, Luqman:18, Ghafir:35, al-A’raf:146), dengan meninggalkan riya’ (QS. al-Kahfi:110, al-Syura’:20, al-Ma’un:4-7), dan lain sebagainya.


b.      Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadat). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini disebut juga tahapan tahalli. Tahali adalah upaya mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik. Tahapan kedua ini memiliki banyak fase (al-maqamat). Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan hirarkinya. Namun, fase yang umum dipakai untuk kepribadian muhsin ini, yaitu:
1)      Taubat dari segala tingka laku yang mengandung dosa (QS. Al-Nur:31, al-Tahrim:8, al-Baqarah:222, al-Maidah;39, al-Syura’:25, al-Muzammil:20, Muhammad:19, Zariyat:18, al-Anfal:33, Nuh:10-12).
2)      Menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (al-wara’)
3)      Tidak terikat oleh gemerlapan materi atau dunia (al-zuhd) (QS.Zariyat:50, al-Kahfi:7-8)
4)      Merasa butuh pada Allah (al-faqr)
5)      Sabar terhadap cobaan dan melaksanakan kebajikan (al-Baqarah: 45-46, al-Anfal:46)
6)      Tawakal pada putusan Allah (QS. al-Naml:89, Ali imran:159,173, al-Taghabun:13, al-Maidah:23, al-Ahzab:3
7)      Ridha terhadap pemberian Allah (QS. al-Bayyinat:8)
8)      Merasa syukur atas nikmat Allah yang diberikan, sedikit atau banyak (QS. Ibrahim:7)
9)      Ikhlas dalam melakukan apa saja demi Allah (QS. Ali Imran:152, al-Isra’:19, al-Bayyinat:5, al-Zumar:3)
10)  Takut (al-khawf) dan berharap (al-raja’) kepada Allah (QS. al-Isra’:57, al-Anbiya’:90, al-Baqarah:218, al-Mu’minun:60)
11)  Kontinue dalam menjalankan kewajiban (al-istiqomat) (QS. Hud:112, al-Ahqaf:13-14, Fushshilat:30-32)
12)  Takwa kepada Allah (QS. Ali Imran:102, al-Taghabun:16, al-Thalaq:2-3, al-Ahzab:70, al-Anfal:29)
13)  Jujur, berpikir, berzikir dan sebagainya.
Tahapan ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan latihan psikofisik (riyadhat al-nafs). Tujuh pendidikan itu adalah,
(1)   Musyaratgah, yaitu memberikan dan menentukan syarat bagi diri sendiri, melalui cara: membekali diri dengan iman dan ilmu pengetahuan, memperingati diri menjauhi segala maksiat dan mendekati perbuatan ma’ruf.
(2)   Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan maksiat agar selalu dekat kepada Allah. Kedekatan Allah dengan manusia sengat tergantung pada kedekatan manusia.
(3)   Muhasabah, yaitu membuat perhitungan terhadap tingkah laku yang diperbuat. Apakah perbuatan hari ini lebih baik dari hari-hari kemarin. Jika lebih jelek maka ia harus beristighfar dan berusaha memperbaikinya.
(4)   Mu’aqabah , yaitu menghukum diri karena melakukan keburukan. Cara menghukum diri tidak seperti umat-umat terdahulu dengan cara bunuh diri, baik secara personal maupun massal, melainkan dengan cara berbuat baik, sebab perbuatan baik dapat menghapus perbuatan buruk.
(5)   Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha menjadi baik. Kesungguhan itu, seseorang tidak lagi memperdulikan pengorbanan yang dikeluarkan, baik dengan harta maupun jiwa.
(6)   Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan dosanya. Cara penyesalan itu dengan bertaubat, yaitu kembali pada hukum-hukum dan aturan-aturan Allah.
(7)   Mukasyafa, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap semua rahasia Allah. Pada level ini, tabir (hijab) yang menghalangi antara manusia dan rahasia Tuhan mulai hilang dan tersingkap, sehingga seseorang mengetahui hukum-hukum dan rahasia Tuhan secara haqq al-yaqin.

c.  Ketiga, tahapan mersakan (al-muziqat). Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekadar menjalankan perintah Khalik-Nya dan menjauhi larangan-Nya, namun ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan, dengan-Nya. Tahapan ini disebut juga tajali. Tajalli adalah menampakkan sifat-sifat Allah SWT. pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang menghalangi menjadi sirna.

Tahapan ketiga ini para sufi biasanya didahului oleh dua proses, yaitu al-fana’ dan al-baqa’. Seseorang apabila mampu menghilangkan wujud jasmaniah, dengan cara menghilangkan nafsu-nafsu impulsifnya dan tidak terikat oleh materi atau lingkungan sekitar maka ketika ini ia telah al-fana. Kondisi itu kemudian beralih pada ke-baqa-an wujud ruhaniah, yang ditandai dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan.

E. BENTUK-BENTUK PSIKOTERAPI DALAM ISLAM

Menurut A.A. Vahab, Psikoterapi Islami merupakan bagian dari psikologi terapan Islami, yang berupaya menggambarkan dan menjelaskan penyebab penyakit mental dan perilaku abnormal individu dan kelompok serta penyembuhannya. Cabang psikologi ini menggambarkan dan menjelaskan penyebab penyakit mental dan prilaku abnormal individu dan kelompok serta menyembuhkannya. A.A. Vahab dan Djamaludin Ancok mendasarkan tujuan psikologi ini pada Q.S. Yunus (10): 57, yang artinya:
Hai manusia, susungguhnya telah datang kepada mu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.”

Dalam bukunya yang berjudul Nuansa-Nuansa Piskologi Islami Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir mengatakan bahwa, psikoterapi dalam Islam yang dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi maupun penyakit manusia modern adalah sebagaimana yang telah ungkap oleh Ali bin Abi Thalib yaitu, obat hati ada lima macam, (1) Membaca Al-Quran sambil mencoba memahami artinya; (2) Melakukan shalat malam; (3) Bergaul dengan orang yang baik atau shalih; (4) Memperbanyak shaum atau puasa; (5) Dzikir malam hari yang lama.

1.      Terapi Al-quran
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab di dalamnya terdapat rahasia mengenai bagaimana menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan seseorang. Sugesti yang dimaksud dapat diraih dengan mendengar, membaca, memahami dan merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya. Al-quran mampu mengantarkan pasien kealam penyejukan jiwa.
Allah SWT berfrman:
 Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra, 71:82).

2.      Terapi Shalat
Djamaluddin Ancok, dalam bukunya Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi secara umum, mengatakan bahwa dalam shalat  terdapat empat aspek terapeutik , pertama adalah aspek olahraga, shalat adalah suatu proses yang menuntut aktivitas fisik yang di dalamnya terdapat proses relaksasi. Hal ini sesuai dengan salah satu teknik yang banyak dipakai dalam proses terapi gangguan jiwa latihan relaksasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Nizami diungkap bahwa shalat menghasilkan bio energi yang menghantarkan si pelaku dalam situasi seimbang (equilibrium). Hasil penelitian lainnya dari Arif Wisono Adi, menunjukan adanya korelasi negatif yang signifikan antara keteraturan menjalankan shalat dengan tingkat kecemasan. Makin rajin dan teratur orang melakukan shalat maka makin rendah tingkat kecemasannya.


Kedua adalah aspek meditasi. Shalat adalah proses yang menuntut konsentrasi penuh dalamsetiap pelaksanaanya, kondisi demikian dalam bahasa arab di sebut khusuk. Khusu dalam shalat adalah suatu proses meditasi, yang dalam penelitian beberapa ahli dikatakan bahwa aktivitas meditasi berkhasiat menghilangkan kecemasan.

Ketiga adalah aspek auto-sugesti. Bacaan dalam pelaksanaan shalat adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian pada Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di dunia dan di akhirat. Auto-sugesti dalam proses shalat pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan terapi “self-hypnosis” atau terapi yang dilakukan dengan cara mensugesti diri sendiri melalui ucapan yang baik, dengan harapan agar memiliki sifat yang baik tersebut. Keempat adalah aspek kebersamaan. Pelaksanaan shalat disarankan untuk berjamaah dengan harapan agar terhindar perasaan keterasingan.

3.      Terapi Bergaul
Terapi yang ketiga adalah bergaul dengan orang salih. Orang yang salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang salih maka nasihat-nasihat dari orang salih tersebut akan dapat memberikan terapi bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Menurut Djamaludin Ancok seseorang akan terjaga dari gangguan jiwa apabila menjaga ukhuwa antara sesama dengan didasari rasa saling mengerti atas penderitaan yang dialami orang lain.

4.      Terapi Berpuasa
Terapi yang keempat adalah melakukan puasa. Maksud puasa di sini adalah menahan (imsak) diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra fitri manusia.Abdul mujib, M. A. dan Jusuf Mudzakir membagi puasa menjadi dua kategori. Pertama puasa fisk yang terdiri atas, menahan lapar, haus, dan berhubungan seks, serta hal-hal yang haram dari ketiganya. Kedua, puasa psikis, yaitu menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu seperti sombong, marah, dusta, serakah, dan sebagainya.
Al-Ghazali lebih menpersoalkan penyakit jiwa dari sudut perilaku (akhlaq) positif dan negative, sehingga bentuk-bentuk terapinya jika menggunakan terapi perilaku. Dalam hal ini dia mengatakan :
“Menegakkan (melakukan) akhlak (yang baik) merupakan kesehatan mental, sedangberpaling pada penegakan itu berarti suatu neurosis dan psikosis”.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa bentuk-bentuk psikoterapi menurut Al-Ghazali adalah meninggalkan semua perilaku yang buruk dan rendah, yang mengotori jiwa manusia serta melaksanakan perilaku yang baik untuk membersihkannya. Perilaku yang baik dapat menghilangkan dan mengobati perilaku yang buruk, upaya seperti itu dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih dan fitri sebagaimana ia baru dilahirkan dari rahim ibunya. Al-Ghazali mengemukakan bahwa hikmah berpuasa (menahan rasa lapar) adalah: (1) Menjernihkan kalbu dan memperluas pengetahuan; (2) Melembutkan kalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin; (3) Menjauhkan perilaku yang hina dan sombong, yang sering mengakibatkan kelupaan; (4) Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah, sehingga sangat hati-hati di dalam memilih makanan; (5) Memperlemah syahwat da tertahannya nafsu amarah yang buruk; (6) Mengurangi tidur agar terjaga unutk beribadah; (7) Mempermudah untuk selalu tekun beribadah; (8) Menyehatkan badan dan jiwa dari segala penyakit; (9) Menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama; (10) Menumbuhkan kepekaan terhadap penderitaan orang lain

5.      Terapi Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah yang agung dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala keagungan dan kasih sayang Allah SWT dengan menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.Menurut Abdul mujib dan Jusuf Mudzakir, zikir memiliki kesamaan nilai dengan terapi relaksasi karena, didalam zikir pasien diarahkan ke posisi yang santai melalui pengurangan tegangan psikis. Allah berfirman:
"Orang –orang yang beriman dan hti mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram". (QS. Al-ra’d:28)

Zikir mampu mengembalikan kesadaran seseorang, sebab dalam aktivitas zikir seseorang diarahkan untuk memperbiasakan mengingat, menyebut, dan mereduksi kembali hal-hal yang tersembunyi didalam hati. Zikir juga mensugesti seseorang untuk sembuh dari penyakit yang diderita melalui pemikiran positif bahwa segala penyakit dan penyembuhannya bersumber dari Allah SWT.

F.     Cara Praktis Menjaga Kesehatan Mental
Adapun Cara Praktis yang mesti dilakukan agar kesehatan mental seseorang dapat terjaga, adalah:

1.      Menerima dan menghargai diri sendiri
Setiap individu itu berbeda dan unik, namun satu hal yang sama adalah tidak ada individu yang sempurna. Hargai diri kita sendiri. Kenali dan terima kelemahan yang kita miliki, namun fokuslah pada hal-hal yang menjadi kelebihan kita. Bersikaplah lebih realistis terhadap hal-hal yang masih ingin kita ubah dalam diri kita. Jika hal tersebut dapat diubah, cobalah untuk mengubahnya secara perlahan.

2.      Menjaga hubungan baik
Tidak perlu berjuang sendirian saat kita menghadapi suatu masalah. Hubungan keluarga dan teman yang baik dapat membantu mengatasi tekanan dalam hidup karena dapat memberikan masukan serta membuat kita merasa diperhatikan. Tetaplah menjaga hubungan baik dengan selalu bertukar kabar lewat telepon, bertemu, dan saling bercerita.

3.      Aktif berkegiatan
Aktiflah bertemu dengan banyak orang dan tergabung dalam kegiatan baru di lingkungan. Masuklah dalam komunitas, atur pertemuan dengan teman-teman, atau ikuti kursus yang dapat membantu kita untuk merasa lebih baik. Ikut kegiatan yang bertujuan membantu orang lain juga dapat membuat kita merasa dibutuhkan dan menjadi semakin berharga. Hal ini membuat kepercayaan diri semakin meningkat. Aktivitas seperti ini juga membantu kita melihat dunia dari pandangan yang berbeda sehingga membantu melihat masalah dari sudut pandang yang lain.

4.      Bercerita kepada orang lain
Bercerita mengenai perasaan yang dirasakan bukan menandakan bahwa kita lemah, tetapi merupakan bagian dari usaha kita untuk menjaga kesehatan mental.
Didengarkan oleh orang lain membuat kita merasa didukung dan tidak sendirian. Mungkin awalnya sulit, namun jika terus dilakukan maka akan terbiasa. Oleh karena itu, carilah orang yang anda bisa ajak berbicara dengan santai dan kemukakan apa yang ada di kepala anda.

5.      Aktif bergerak
Temukan olahraga yang kita sukai dan mulai lakukan. Latihan pada badan dipercaya dapat mengeluarkan senyawa kimiawi di dalam otak yang membuat kita merasa lebih baik. Oleh karena itu, olah raga teratur dapat membuat kita merasa lebih positif, membantu konsentrasi, tidur, serta membuat kita merasa dan terlihat lebih baik. Bergerak tidak harus dengan olahraga, namun dapat dilakukan melalui kegiatan lain seperti berjalan di taman, berkebun, atau melakukan pekerjaan rumah tangga. Lakukan selama minimal 30 menit, 3 – 5 kali seminggu.

6.      Istirahat
Jika terlalu banyak kegiatan ternyata membuat kita tertekan, maka carilah waktu untuk istirahat dan santai. Dengarkan tubuh kita sendiri. Jika tubuh sangat lelah, berikan waktu untuk tidur. Selain itu lakukan kegiatan seperti mendengarkan musik, membaca, menonton film, atau mencoba kegiatan baru yang menyenangkan. Anda juga juga dapat melakukan pengaturan pernapasan, yoga, atau meditasi. Menggunakan waktu 10 menit untuk istirahat dalam satu hari yang sibuk akan membantu kita mengatasi tekanan dengan lebih baik.

7.      Konsumsi makanan dan minuman sehat
Otak kita membutuhkan nutrisi agar tetap sehat dan berfungsi dengan baik, seperti organ yang ada di dalam tubuh kita. Melakukan diet yang seimbang dapat membantu kesehatan mental kita karena dapat membantu cara berpikir dan cara kita merasakan sesuatu. Cobalah untuk mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayuran setiap hari serta minum air putih. Minimalisir konsumsi minuman berkafein, berkadar gula tinggi, dan alkohol. Hindari makan, minum alkohol,  merokok, dan menggunakan obat-obat terlarang untuk menyelesaikan masalah  atau mengatasi perasaan tidak menyenangkan yang kita alami. Hal seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah, justru sebaliknya akan menciptakan masalah baru.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Masyarakat yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbainsasi, memunculkan banyak masalah individual yang berdampak pada masalah sosial. Berangkat dari hal tersebut maka, tidak jarang kita mendengar penyesuaian diri terhadap masyarakat yang hyperkompleks itu tidak menjadi mudah. Hal ini mengantarkan masyarakat kedalam kesulitan-kesulitan seperti kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik baik yang terbuka maupun yang sifatnya tertutup atau dalam ranah batin sendiri.


Pengertian dari kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang harus terhindar dari gangguan neurosis dan psikosis serta mampu bersosialisasi terhadap lingkungannya mulai dari menaati aturan/norma sampai dengan membantu dan menghargai sesama. Namun, kesehatan mental dari pandangan islam tidaklah demikian, jika kita melihat definisi dari Imam Al-Ghazali maka yang dimaksud dengan kesehatan mental/jiwa adalah seseorang yang terlepas dari berbagai macam penyakit hati.

Tanda-tanda kesehatan mental menurut Muhammad Mahmud Mahmud, terdapat sembilan macam, yaitu: pertama, kemapanan (al-sakinah) , ketenangan (al-thuma’ninah), dan rileks (al-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan.

Dalam literatur yang berkembang, setidak-tidaknya terdapat tiga pola untuk mengungkap metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam perspektif islam: Pertama, metode tahalli, takhalli, dan tajalli. Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat. Ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Adapun terapi islami yang digunakan dalam usaha preventif maupun kuratif terdiri dari terapi shalat, puasa, bergaul, berpuasa dan zikir.





DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1 , Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, 2001. Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-roblem Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Abdul mujib, M. A. & Jusuf Mudzakir, M., 2001. Nuansa- Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prawitasari, J. E. et al., 2003. Piskoterapi Pendekatan konvensional dan kontemprer. 2 penyunt. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Siswanto, S.Psi., M.Si., 2007. Kesehatan Mental Konsep, Cakupan dan Perkembangannya, Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

H.M. Aji Nugroho,Lc., Konsep Jiwa Dalam Al-Quran Solusi Qur’ani Untuk Penciptaa Kesehatan Jiwa Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam. 2011.Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Muryana, Psikoterapi Islami Terhadap Gangguan Jiwa Dan Relevansinya Bagi Resolusi Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 30-48

http://doktersehat.com/menjaga-kesehatan-mental/

Hawwa, S. 1995. Intisari Ihya’ ‘Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Pres.





Semogha bermanfaat....
Jangan lupa komentarnya yaa...

Comments

  1. Keren, terima kasih gan.
    Bisa jadi tambahan materi nih buat tugas. hehehe

    ReplyDelete

Post a Comment